Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Kominfo, Usman Kansong, pada Peluncuran Hasil Survei Indeks Kemerdekaan Pers 2023 di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (31/8)./Farah.id
Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Kominfo, Usman Kansong, pada Peluncuran Hasil Survei Indeks Kemerdekaan Pers 2023 di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (31/8)./Farah.id
KOMENTAR

KETERGANTUNGAN pada platform digital global dinilai sudah sampai pada tahap yang sangat mengkhawatirkan dan berpotensi mengganggu kemerdekaan pers. Ada indikasi kuat yang memperlihatkan pers pada masa kini tergantung pada berbagai instrumen yang digunakan platform digital global seperti traffic, algoritma, dan search enegine optimization (SEO).

“Tanpa kita sadari, pers kita kini diatur platform dari sisi ekonomi, maupun dari sisi mutu jurnalisme,” ujar Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika, Usman Kansong, ketika memberikan sambutan pada Peluncuran Hasil Survei Indeks Kemerdekaan Pers 2023 di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Kamis siang (31/8).

Dari survei yang dilakukan Dewan Pers terhadap kehidupan pers nasional tahun 2022, terlihat bahwa indeks kemerdekaan pers nasional mengalami penurunan yang signfikan dari tahun sebelumnya. Bila IKP 2022 berada pada posisi 77,87, maka IKP 2023 berada posisi 71,57. Walau mengalami penurunan lebih dari 5 point, namun masih berada pada kategori “Baik”.

Usman Kansong pada bagian lain mengajak semua pihak, terutama masyarakat pers nasional untuk melihat secara kualitatif indeks kemerdekaan pers itu.

Sementara Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu dalam kesempatan yang sama mengatakan penurunan IKP terjadi pada  20 indikator dari lingkungan fisik politik, ekonomi dan hukum. Ninik berharap hasil survei IKP 2023 ini dapat memberi gambaran yang sesungguhnya tentang kondisi kemerdekaan pers di Tanah Air.

Senada dengan Usman Kansong, Ninik juga mengatakan pers saat ini menghadapi tantangan berat dari sisi perkembangan teknologi, selain kondisi ekonomi yang tidak mudah.

“Namun, yang paling penting, apapun tantangannya pers harus tetap berpegang pada kode etik jurnalistik, agar tetap menjadi rujukan yang benar bagi publik,” ungkapnya.

Adapun Ketua Komisi Pendataan, Penelitian, dan Ratifikasi Pers, Dewan Pers,
Atmaji Sapto Anggoro, yang memaparkan hasil Survei IKP 2023, mengatakan penurunan IKP ini adalah yang pertama dalam enam tahun terakhir. IKP 2018 berada pada posisi 69 yang berarti “agak bebas”. Lalu IKP 2019 terjadi peningkatan hingga mencapai 73,71 yang berarti “cukup bebas”. IKP 2020 kembali mengalami kenaikan dan berada pada posisi 75,27, lalu 76,02 pada tahun (2021), dan 77,88 pada tahun 2022.

Ada sejumlah indikator yang memberi kontribusi terhadap turunnya nilai IKP 2023. Pada lingkungan politik antara lain indikator “Kebebasan dari Intervensi”,
dan “Kebebasan dari Kekerasan” yang turun sekitar 7 poin. Pada lingkungan ekonomi terjadi pada indikator “Independensi dari Kelompok Kepentingan Kuat” yang turun 8 poin.

Sedangkan pada lingkungan hukum penurunan terbesar (sekitar 8-9 poin) terjadi pada pada dua indikator yaitu “Kriminalisasi dan Intimidasi Pers” dan “Etika Pers”.

Lebih jauh Sapto mengungkapkan, selama tahun 2022 masih terjadi kekerasan terhadap pers, baik terhadap wartawan maupun media. Kekerasan terjadi di sejumlah daerah dalam bentuk kekerasan fisik maupun non-fisik, termasuk kekerasan melalui sarana digital. Demikian pula, intervensi terhadap newsroom, baik dari luar maupun dari dalam, masih terjadi.

Di lingkungan ekonomi, media di banyak daerah mengalami masalah ketergantungan pada kelompok-kelompok ekonomi kuat. Sebagian besar media di daerah menjalin “kerjasama” berita berbayar dengan pemda.

“Tidak sedikit media yang mengandalkan pemasangan iklan dan berita berbayar dari pemda, pengguna APBD, sebagai sumber pemasukan utama, sehingga mereka rentan terkooptasi oleh kepentingan pemerintah daerah setempat,” jelasnya.

“Dewan Pers melalui kegiatan pendataan (verifikasi) di berbaga daerah mendapat

Di sisi lain, nilai Nilai IKP 2023 Provinsi menunjukkan 24 provinsi mengalami penurunan dan 10 provinsi mengalami kenaikan. Survei IKP 2023 mencatat Kalimantan Timur dengan nilai tertinggi, yaitu 84,38. Berikutnya Jawa Barat (83,02), Bali (82,58), Kalimantan Utara (982,42), dan Kalimantan Tengah (81,05). Adapun IKP provinsi terendah diduduki Papua (64,01), Papua Barat (68,22), Lampung (69,76), Sumatra Selatan (70,83), dan DKI Jakarta (71,73).

Acara Peluncuran Hasil Survei IKP 2023 menghadirkan sebagai penanggap, Ismail Hasani dari Setara Institute, Ketua Umum Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Teguh Santosa, dan Kabag Penum Humas Polri Kombes Polisi Nurul Azizah.

Menanggapi hasil survei, Ismail Hasani menyatakan nilai IKP 2023 sebesar 71,57 memerlukan treatment khusus untuk perbaikan ke depan. Temuan survei IKP sejalan dengan tren IKP global yang juga menurun. IKP Indonesia masih di bawah Malaysia dan Timor Leste. Ismail menyoroti meningkatnya perilaku koersif di kalangan warga.

“Aktor yang menghambat kebebasan sipil tumbuh di tengah warga,” ungkapnya.

Sedangkan Ketua JMSI Teguh Santosa melihat hasil temuan survei IKP sesuai dengan realitas di daerah, khususnya terkait kondisi kesehatan perusahaan pers. JMSI sendiri mencoba melakukan klasifikasi terhadap perusahaan-perusahaan media yang menjadi anggota JMSI untuk memetakan kondisi mereka.




Rakerkesnas 2024, Presiden: Indonesia Harus Bisa Manfaatkan Bonus Demografi

Sebelumnya

Tak Lagi Berstatus Ibu Kota, Jakarta Siap Melesat Jadi Pusat Perdagangan Dunia

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel News