suasan perekemahan kegiatan jambore dunia di Korsel/net
suasan perekemahan kegiatan jambore dunia di Korsel/net
KOMENTAR

JAMBORE Pramuka Dunia yang diselenggarakan di Korea Selatan (Korsel) bakal tak pernah dilupakan peserta. Di tahun 2023 ini, beberaoa insiden terjadi saat peserta ikut dalam acara bergengsi tersebut. 

Dari suhu udara begitu panas, hingga skandal pelecehan seksual. Panas yang begitu buat kulit 'terbakar' menjadikan puluhan ribu peserta dievakuasi untuk menghindari korban berjatuhan.

Dilansir Independent, Selasa (8/8), suhu ekstrem itu sebelumnya telah mendorong tiga kontingen nasional mundur. Meski begitu, penyelenggara Jambore Pramuka Dunia di Korsel memutuskan untuk melanjutkan acara tersebut.

Sementara itu,  AFP melaporkan media Korea menyebutnya sebagai "aib nasional" seiring dengan keluhan dari peserta dan keluarganya yang kian memuncak.

Sehari sebelumnya, pelaksanaan Jambore Pramuka Dunia mendapat tekanan beberapa pihak agar dibatalkan pada Sabtu. Hal ini buntut kelompok-kelompok dari Amerika Serikat dan Inggris memutuskan untuk pulang seminggu lebih cepat dari jadwal karena panas yang parah dan kondisi cuaca buruk.

Suhu telah naik hingga 34 derajat Celcius di Saemangeum, yang terletak di dekat kota Buan di garis pantai barat Korsel. Di sinilah 39.000 peserta, terutama pramuka berusia 14 hingga 18 tahun, telah berkemah sejak Jumat.

Adapun, Korea Selatan menjadi tuan rumah kegiatan jambore dunia empat tahunan tersebut di provinsi Jeolla Utara, setelah mengalokasikan lebih dari 100 miliar won untuk acara tersebut.

Surat kabar JoongAng Ilbo melaporkan bahwa sebagian dana digunakan oleh pegawai negeri untuk "perjalanan bisnis" yang tidak ada hubungannya dengan menampung 43.000 pramuka.

"Pada titik ini, sepertinya penipuan besar-besaran terhadap publik dan bahkan mungkin mencapai tingkat penggelapan dana publik," kata Pemimpin Partai Kekuatan Rakyat yang berkuasa Kim Gi-hyeon.

Jambore diadakan di Saemangeum, sebuah dataran pasang surut reklamasi yang baru selesai pada 2006, dan sudah menjadi kontroversi karena mengeringkan apa yang dikatakan para ilmuwan sebagai lahan basah yang penting bagi burung yang bermigrasi.

Saemangeum sekarang menjadi pantai lumpur tanpa pohon dengan sedikit perlindungan dari panasnya musim panas dan para kritikus memperingatkan tentang risikonya.




Miliki Lebih dari 68 Dapur Umum, World Central Kitchen Kembali Beroperasi di Gaza PascaSerangan Israel yang Membunuh 7 Pekerja

Sebelumnya

Rakerkesnas 2024, Presiden: Indonesia Harus Bisa Manfaatkan Bonus Demografi

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel News