Ilustrasi/Net
Ilustrasi/Net
KOMENTAR

ALANGKAH agungnya peran perempuan dalam indahnya kalimat mutiara ummu al-madrasah atau ibu adalah sekolah. Kehalusan jiwa, kelembutan tutur kata, ketabahan mendidik, dan ketulusan perhatian, merupakan modal besar menyelenggarakan pendidikan Ramadan. Kalau begitu, madrasah model apa yang perlu digiatkan ibu?

Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya yang indah Madrasah Ruhaniah Berguru Pada Ilahi di Bulan Suci menyerukan, jadikanlah puasa sebagai madrasah ruhaniah. Memasuki madrasah ruhaniah berarti menjalani pelatihan untuk menggeser perhatian yang berlebihan pada ego kita. Berhijrah dari “rumah kita yang sempit” (ego) menuju Allah dan Rasul-Nya, “rumah semesta yang tidak terhingga”.

Dengan menyelenggarakan sekolah ruhani inilah kendali yang ibu pegang membuat keagungan Ramadan jadi berlimpah pahala. Kendali model ini yang akan meninggikan derajat perempuan di hadapan Allah, karena puasanya bukan demi kemenangan pribadi, tapi juga bagi keluarga dan masyarakatnya.

Kendali Diri

Siapapun tak akan mampu mengendalikan lingkungan, tanpa terlebih dulu mengendalikan diri sendiri. Sayangnya, manusia cenderung lemah bahkan bertekuk lutut tatkala berhadapan dengan ego pribadi. Dari sinilah madrasah ruhaniah itu dirintis dengan lebih dulu memoles pribadi wanita tersebut.

Betapa tidak, mudah mempuasakan diri dalam makna sesungguhnya. Dengan lidah saja kita sering tergelincir di jurang dosa. Masih banyak noda dosa lainnya, seperti berusaha melupakan lapar dengan bergunjing, menunggu buka puasa dengan menebar fitnah, belum lagi terkotorinya ibadah Ramadan berupa perilaku mubazir, atau berfoya-foya yang menyakiti orang yang tak punya.

Selain faktor bobroknya mentalitas, segala perbuatan dosa itu juga dipengaruhi manajemen waktu. Waktu bagaikan pedang, jika kita tidak mengisinya dengan kebaikan, maka tanpa disadari keburukan akan dilakukan. 

'Aidh al-Qarni dalam buku Jadilah Wanita yang Paling Bahagia mengingatkan, kekosongan waktu akan menjerumuskan pelakunya pada hal-hal yang kotor. Tiada yang dapat mereka petik dari sikapnya, selain kehancuran dan kerugian.

Cara pengendaliannya dengan mengalihkan energi kepada kegiatan amal saleh. Selain amalan wajib, masih banyak jenis amal sunah yang bisa dilakukan, seperti meramaikan majelis-majelis ilmu, studi keagamaan, aksi amal sosial dan lainnya yang bermanfaat menempa kualitas diri. Tanpa kapasitas diri yang mumpuni, seruan ibu dalam madrasah ruhaniah umpama teriakan di tengah badai samudera. 

Kendali Keluarga

Ibu perlu menularkan pengendalian dirinya pada anggota keluarga, karena madrasah ibu memang berjaya di rumahnya. Lantas, pendidikan model apa yang perlu ditebar? Wahai ibu, jadilah provokator dalam kebaikan dan ketakwaan, sekaligus menjadi benteng kokoh dari berbagai dosa.

Berbagai tugas yang lazim dipikul ibu dibagi sebagai kehormatan pada anak maupun suami. Ada kebersamaan dalam urusan belanja, kerja dapur, persiapan buka puasa, membangunkan sahur dan lainnya. Dan cara ini juga yang menghangatkan hubungan anggota keluarga. Dalam kondisi sulit pun, nuansa keberkahan Ramadan bisa dibangun bersama.  

Ibu tak perlu mengelus dada, atau berteriak-teriak mengendalikan situasi kalau keluarganya terlibat penuh dengan berbagai kegiatan bermanfaat. Tugas ibu sebagai pendidik hanyalah membangkitkan motivasi, membangun suasana menyenangkan, dan juga kreatif menciptakan berbagai tantangan menarik.

Seperti kebiasaan menarik ibu-ibu di suatu daerah, anak-anak mereka diajar pertama kali membaca Al-Qur'an dimulai dengan belajar alif, ba, ta pada bulan Ramadan. Satu bulan cukup bagi sang ibu membuat anaknya lancar membaca kitab suci. Anak-anak tertantang menjadikan Ramadannya punya target yang berkah.

Justru saat Idul Fitri kendali ibu-ibu kian berat. Anak-anak cenderung lepas kendali, asyik berlebaran hingga jadwal salat jebol, mengaji terlalaikan, kegiatan keilmuan terabaikan. Bahkan jatuh sakit karena pola makan tidak sehat. 

Kebablasan ini berpangkal dari pemahaman keliru Ramadan sebagai kekangan, sehingga anggota keluarga menafsirkan Idul Fitri sebagai pelampiasan. Sedangkan pada madrasah ibu, Ramadan merupakan pengendalian yang sehat. Meski bulan puasa berlalu, kendali diri itu tetap berbekas. 

Kendali Lingkungan

Setelah di rumah tangga, muslimah hendaknya mempromosikan madrasah ruhaniahnya mencakup pembinaan lingkungan sosial. Wanita hebat bukan yang sanggup memenuhi tuntutan lingkungan, melainkan yang mampu mempengaruhi lingkungannya dengan kebaikan.

Manusia sering terjebak mengubah visi rohani menjadi materi. Tanpa kecuali di bulan suci, mereka justru berpacu mengejar kemilau dunia. Sangat mudah menemukan istri yang memenuhi telinga suami dengan tuntutan kemegahan Ramadan dan Idul Fitri. Tentu saja dengan guyuran dana demi memenuhi hasrat keduniawian. Sering ditemui wanita itu belanja bukan karena butuh tetapi karena desakan gengsi atau tekanan lingkungan. 

Pada madrasah ruhaniah, kendali ibu itu berupa pengontrolan dari perilaku foya-foya, mubazir atau pamer. Poin ini semakin tepat ditujukan pada kaum hawa, mengingat merekalah yang sering memegang keuangan atau merekalah yang paling rawan digoda nafsu shopaholic (gila belanja). 

Kendali ibu hadir berupa kampanye cinta kesederhanaan. Tujuannya bukan meniadakan bulan suci dari wujud materi. Tapi mengembalikannya pada pola yang sehat bagi diri sendiri dan lingkungan. Karena boleh jadi kemegahan kita merupakan tekanan bagi orang lain. 

Betapa hebatnya bulan Ramadan, pahala dilipat-gandakan, dosa-dosa dilebur, gerbang-gerbang surga dibuka lebar, pintu-pintu neraka ditutup rapat, dan setan-setan dirantai. Tidak ada perusahaan yang mampu memberikan mega bonus sedahsyat dan selama itu. Keuntungan besar tersebut akan diraup dengan perbekalan madrasah ruhani. Kaum ibu berpeluang pegang kendali suksesnya madrasah Ramadan ini. [F]




Hubbu Syahwat

Sebelumnya

Bukankah Aku Ini Tuhanmu?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur