Ilustrasi/Net
Ilustrasi/Net
KOMENTAR

Semuanya sudah berpulang ke pangkuan Allah Swt, dan Masyithah tetap teguh dengan akidah yang benar meski tahu giliran terakhir adalah dirinya sendiri.

Imam Ibnul Jauzi (2017: 553) menjelaskan: Sebelum dilempar, Masyithah berkata, “Saya punya satu permintaan.”

“Apa itu?” tanya Fir'aun.

“Setelah engkau melemparkanku ke dalam kuali mendidih tersebut, perintahkan

bawahanmu supaya membawa kuali itu ke rumahku yang ada di dekat gerbang kota, kemudian kuali itu tumpahkanlah di dalam rumahku, kemudian robohkanlah rumahku, sehingg itu menjadi kuburan kami,” kata Masyithah.

Akhirnya, Masyithah pun dilemparkan ke dalam kuali mendidih itu. Kemudian Fir’aun melaksanakan permintaannya.

Begitulah sosok Masyitah, dirinya dan anak-anak serta suaminya wafat dengan syahid. Wafat mulia dalam mempertahankan keimanan, sungguh pengorbanan yang luar biasa.

Di era sekarang ini, kita tidak berhadapan dengan raja zalim semacam Fir’aun, tidak akan direbus hidup-hidup disebabkan beriman pada Allah Swt. Oleh sebab itu, syukurilah nikmat iman dan nikmat Islam ini, di antaranya dengan meneladani Masyithah.




Memahami Faedah Bertawakal untuk Membebaskan Diri dari Penderitaan Batin

Sebelumnya

Menjadi Korban Cinta yang Salah

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur