Ilustrasi/Net
Ilustrasi/Net
KOMENTAR

SEJUMLAH negara mulai mengkhawatirkan anjloknya angka kelahiran, sehingga jumlah orang-orang tua renta lebih banyak dibandingkan anak-anak. Artinya, mereka mencemaskan masa depan negara, bagaimana jadinya jika jumlah kelahiran terus berkurang?

Semakin rendahnya minat punya anak terjadi di negara-negara yang tergolong kaya, atau setidaknya bukanlah negara-negara miskin. Pasangan yang sebetulnya sudah mapan dihinggapi takut miskin tatkala memiliki anak. Anggapannya, punya anak bukan hanya merepotkan, tetapi juga menelan biaya besar, bahkan dipandang sebagai beban.

Alhasil muncul pilihan ekstrim, suami istri yang sama sekali tidak mau memiliki

anak. Dan yang jadi sorotan adalah alasan takut jatuh miskin.

Sekalipun tidak berprinsip menolak punya anak, alasan takut miskin juga merambah sejumlah pasangan di Tanah Air, yang menunda punya anak.

“Kita siapkan dulu biayanya.” Demikianlah perkataan sang suami setiapkali istrinya menanyakan kapan punya anak.

Menunda dan terus menunda, suatu pilihan yang membuat pasangan itu melalui tahun demi tahun tanda derai tawa buah hati. Sudah punya rumah bagus dan mobil mengkilap, tapi belum meyakinkan sang suami bahwa rezeki itu sudah ada yang mengatur dan menjaminnya.

“Akhirnya, bisnis kita sudah mapan.”

Setelah berbilang tahun, sang suami pun memberikan kabar gembira. Dengan demikian, program memiliki anak dipersiapkan. Kelihatannya semua akan baik-baik saja.

Mujur tak dapat diraih, malang tidak dapat ditolak, sang suami justru terkena penyakit, yang tidak mampu mewujudkan apa yang sudah diprogramkan. Berbagai pengobatan diusahakan, tetapi apalah daya, nasi sudah jadi bubur. Rumah megahnya tetap saja akan sepi, sunyi dari suara bayi.

Perkara kecemasan finansial tatkala memiliki anak sejatinya bukanlah isu yang baru, karena sejak dulu ada saja orang yang takut miskin disebabkan memiliki anak.

Dari itu pula Al-Qur’an membahasnya, bahkan kitab suci dengan detail menjelaskan ada dua model persoalan yang menarik untuk dikaji. Surat al-An’am ayat 151, yang artinya: “Janganlah membunuh anak-anakmu karena kemiskinan. (Tuhanmu berfirman,) ‘Kamilah yang memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka.’”

Surat al-Isra ayat 31, yang artinya: “Janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan (juga) kepadamu.”

Syaikh Abdul Majid Az-Zandani dalam Ensiklopedi Iman (2016: 286) menerangkan: Orang yang melihat kedua ayat ini untuk pertama kalinya tentu mengira bahwa tidak ada perbedaan makna antara keduanya. Namun ketika direnungkan, ternyata ada perbedaan, yaitu bahwa ayat pertama menyebutkan larangan membunuh anak karena kemiskinan yang diderita para bapak dan menjelaskan bahwa adalah Allah yang memberi rezeki kepada para bapak dan anak. Di sini, penyebutan rezeki para bapak lebih didahulukan daripada anak.

Sedangkan dalam ayat kedua, penyebutan rezeki anak didahulukan dari para bapak mereka karena rasa takut mereka akan kemiskinan yang terjadi.

Rahasianya, ayat pertama berbicara mengenai para bapak yang miskin. Karena itu, Allah Swt berfirman, yang artinya: “Karena miskin” yakni, karena kemiskinan. Karena itu, Allah Swt Menenteramkan mereka bahwa Dialah yang memberi rezeki kepada keduanya.

Ayat kedua berbicara mengenai para bapak yang kaya dalam kondisi tak tentu, tetapi mereka takut miskin disebabkan anaknya. Karena itu, Allah Swt berfirman, yang artinya: “Karena takut miskin”. Maka, Allah Swt memulai dengan memberitahukan mereka bahwa rezeki anak, yang mereka takut miskin karenanya, merupakan tanggungan Allah Swt. Dengan demikian, penyebutan anak didahulukan sebagai penenteram bagi bapak mereka.

Allah pun memberitahu mereka bahwa Dialah yang akan memberikan rezeki kepada para bapak juga.

Dua ayat ini punya visi yang sama sebagai penenteram hati orangtua agar tidak khawatir dengan rezeki anak. Pertama, apabila orangtua sedang miskin, Allah Swt yang melimpahkan rezeki pada anak-anak. Kedua, bila sedang berlimpah rezeki tetapi takut jatuh miskin, sudah dijamin Allah setiap anak memiliki rezeki masing-masing.

Memang, punya banyak anak tidak cukup hanya bermodalkan semboyan, “Banyak anak banyak rezeki!” Karena ada beberapa hal yang patut diperhatikan, yakni: Pertama, setidaknya pada dua ayat Allah sudah menjamin setiap anak telah disiapkan-Nya rezeki masing-masing. Sehingga tidaklah tepat anggapan keberadaan anak menjadi penyebab orangtua jatuh miskin, sebab anak bukanlah beban.

Kedua, pada dasarnya justru orangtua yang menumpang rezeki kepada anak. Bagi orangtua yang tidak berkecukupan, maka Allah akan membuatnya kaya dengan kehadiran anak. Bagi orangtua yang kaya, tidak perlu takut miskin, sebab anak-anaknya memiliki rezeki tersendiri.

Ketiga, justru dengan keikhlasan menerima kehadiran anak, maka orangtua menjadi lebih giat berusaha mencukupi nafkah mereka. Sangat mungkin orangtua menjadi kaya berkat anak-anaknya, akan tetapi kaya juga berpangkal dari usaha. Dan lihatlah, betapa orangtua bisa berkobar-kobar semangatnya demi membela masa depan anak-anaknya.

Keempat, punya anak memang menjadi pembuka rezeki, tapi perlu juga perencanaan yang matang perihal memiliki anak. Orangtua punya perhitungan tersendiri agar amanah anak dapat dipikul secara bertanggung jawab.

Akhirnya, kepada siapa lagi kita percaya kalau bukan kepada janji Allah Swt. Intinya, kehadiran anak bukanlah penyebab orangtua jatuh miskin, karena setiap anak sudah disiapkan rezekinya masing-masing.




Ana Khairun Minhu

Sebelumnya

Hubbu Syahwat

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur