Ilustrasi warga Afrika/ Pixabay
Ilustrasi warga Afrika/ Pixabay
KOMENTAR

DENGAN dunia yang borderless saat ini, apa yang terjadi di satu atau dua negara maju biasanya akan berdampak kepada masyarakat global.

Guncangan terkait pandemi COVID-19 dan perang Rusia melawan Ukraina membuat dunia tidak mungkin mencapai tujuan jangka panjang untuk mengakhiri kemiskinan ekstrem pada 2030, demikian ditulis Bank Dunia dalam laporan baru yang dirilis Rabu (5/10/2022) waktu Washington D.C., Amerika Serikat.

Pandemi COVID-19 menandai titik balik bersejarah setelah beberapa dekade pengurangan kemiskinan, dengan 71 juta lebih banyak orang hidup dalam kemiskinan ekstrem pada tahun 2020.

Itu berarti 719 juta orang—atau sekitar 9,3 persen dari populasi dunia—hidup hanya dengan 2,15 USD per hari. Perang yang sedang berlangsung, berkurangnya pertumbuhan di China, dan harga pangan dan energi yang lebih tinggi menjadi ancaman serius terhadap upaya pengentasan kemiskinan tersebut.

Kecuali terjadi pertumbuhan yang signifikan, diperkirakan 574 juta orang, atau sekitar 7 persen dari populasi dunia, masih akan hidup pada tingkat pendapatan yang sama pada tahun 2030, dan sebagian besar berada di Afrika.

Presiden Bank Dunia David Malpass mengatakan bahwa laporan “Poverty and Shared Prosperity” yang baru menunjukkan prospek suram yang dihadapi puluhan juta orang. Karena itulah Bank Dunia menyerukan perubahan kebijakan besar untuk mendorong pertumbuhan dan membantu memulai upaya pengentasan kemiskinan.

“Kemajuan dalam mengurangi kemiskinan ekstrem pada dasarnya terhenti seiring dengan pertumbuhan ekonomi global yang lemah,” katanya dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Reuters.

Malpass menyalahkan inflasi, depresiasi mata uang, dan krisis tumpang tindih yang lebih luas sebagai penyebab meningkatnya kemiskinan ekstrem.

Untuk mengubah arah, Bank Dunia mengatakan negara-negara harus meningkatkan kerja sama, menghindari subsidi yang luas, fokus pada pertumbuhan jangka panjang, serta mengadopsi langkah-langkah seperti pajak properti dan pajak karbon yang dapat membantu meningkatkan pendapatan tanpa merugikan yang termiskin.

Laporan tersebut juga menunjukkan pemulihan ekonomi yang tidak merata. Negara berkembang dengan sumber daya yang lebih sedikit akan menghabiskan lebih sedikit dan mencapai lebih sedikit.

Kemiskinan ekstrem saat ini terkonsentrasi di Afrika sub-Sahara, dengan tingkat kemiskinan sekitar 35 persen dan menyumbang 60 persen dari total jumlah warga dunia yang terjerat kemiskinan ekstrem.




Rakerkesnas 2024, Presiden: Indonesia Harus Bisa Manfaatkan Bonus Demografi

Sebelumnya

Tak Lagi Berstatus Ibu Kota, Jakarta Siap Melesat Jadi Pusat Perdagangan Dunia

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel News