Ilustrasi/ Net
Ilustrasi/ Net
KOMENTAR

DI DALAM dunia pekerjaan acapkali kita temui bawahan yang senang memuji atasan demi tujuan tertentu. Pujian-pujian tersebut dilontarkan bukan karena si atasan memang patut dipuji, tapi karena ingin terlihat baik.

Perbuatan tersebut sungguh tidak dibenarkan, karena pada hakekatnya pujian itu melenakan.

Dalam hadits riwayat Bukhari Muslim diceritakan, suatu hari ada seseorang di samping Rasulullah yang memuji-muji temannya. Kemudian Rasulullah mengingatkannya:

"Celaka kamu! Kamu telah memotong leher saudaramu itu. Kalau ia mendengar, ia tidak akan senang". Kemudian ia melanjutkan, " Kalaulah kamu harus memuji saudaramu, lakukanlah itu secara jujur dan objektif".

Hadits itu mengisyaratkan bahwa Allah tidak menyukai hal yang demikian. Bahkan disebutkan Imam Ghazali dalam bukunya "Ulum al-Din", ada 6 keburukan dari kebiasaan asal atau pura-pura memuji itu.

Empat keburukan kembali pada orang yang memberikan pujian, dan dua keburukan kembali pada orang yang dipuji.

Keburukan Bagi yang Memuji

Empat keburukan yang akan kembali lagi kepada yang memberi pujian pura-pura adalah:

1. Ia dapat melakukan pujian secara berlebihan, sehingga terjerumus dalam dusta.
2. Ia memuji dengan berpura-pura menunjukkan rasa cinta dan simpati yang tinggi, padahal sesungguhnya dalam hati tidak. Artinya, ia hanya mencari muka.
3. Ia menyatakan sesuatu yang didukung fakta. Artinya, ia hanya membual dan berbohong.
4. Ia sudah membuat senang orang yang dipuji, padahal ia orang jahat. Padahal seharusnya orang jahat tidak dipuji, melainkan dikritik agar introspeksi.

Keburukan Bagi yang Dipuji

Pujian pura-pura juga mendatangkan dua keburukan bagi yang dipuji.

1. Orang yang dipuji akan menjadi sombong dan merasa besar hati. Keduanya merupakan penyakit hati yang mematikan.
2. Ia juga bisa lupa diri dan lengah karena mabuk pujian. Ia beranggapan tidak perlu lagi bersusah payah dan bekerja keras, karena kerja keras hanya dilakukan oleh orang-orang yang memiliki banyak kekurangan.

Menurut Imam Ghazali, pujian boleh dilakukan asalkan benar adanya. Rasulullah saw. pernah memuji Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan sahabat-sahabat lainnya. Namun pujian itu dilakukan dengan jujur dan penuh kearifan.

Agar Tidak Mabuk Pujian

Agar tidak mabuk pujian, seseorang perlu mengenalj dirinya sendiri. Dengan begitu ia tidak akan lengah, karena sadar bahwa tidak semua pujian yang dialamatkan padanya sesuai dengan kenyataan.

Diceritakan, seseorang telah memuji Imam Ali bin Abi Thalib. Lalu katanya, "Aku tidak sebagus yang kamu katakan".

Dan pada kesempatan lain ketika banyak yang menerima pujian, beliau berdoa, "Ya Allah, ampunilah aku atas perkataan mereka dan jangan Engkau siksa aku gara-gara mereka. Berikanlah padaku kebaikan dari apa yang mereka sangkakan kepadaku".

Jadi, ada baiknya kita selalu berbicara jujur ketika menilai seseorang. Janganlah pernah berharap banyak hal atas pujian yang diberikan, karena sejatinya pujian itu meninggikan namun mematikan.

 




Menyambungkan Jiwa dengan Al-Qur’an

Sebelumnya

Sempurnakan Salatmu Agar Terhindar dari Perbuatan Keji dan Mungkar

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur