Marah Sakti Siregar (pakai batik) bersama Riyadi alias Aseng/Ist
Marah Sakti Siregar (pakai batik) bersama Riyadi alias Aseng/Ist
KOMENTAR

NAMANYA: Riyadi. Panggilan Aseng. Status di FB-nya: Aseng Medan. Teman jalan pagi di Komplek Taman Villa Meruya. Berusia 74 tahun tapi sangat energik.

Kami kalah dalam durasi jalan pagi. Dia biasa empat putaran mengelilingi komplek, sedangkan kami cukup dua kali. Padahal, usia kami terpaut jauh di bawah usianya.

Kami, sebut beberapa nama, seperti Marah Sakti Siregar, Andrie Suyatman dan istri Wiwien Sri Soendari, Suhanto, Irwan Mulyono, Ending Ridwan, Burhanuddin Andi, Erlangga, dan beberapa lagi yang rutin jogging. Yang semuanya masih berusia di bawah 70 tahun.

Kelebihan lainnya: usia istri Aseng jauh lebih muda dari isteri-isteri kami. Apalagi dari usia Aseng sendiri. Rasanya itu yang bikin dia gila olahraga. Bayangkan Pak Aseng jogging itu pagi dan sore. Mencapai 20 ribu langkah sekali jalan.

Penganut Budha ini juga taat beribadah. Beberapa kali kami jemput di rumahnya untuk jalan pagi. Tapi harus menunggu dia berdoa dulu.

Aseng memang kelahiran Medan. Punya pergaulan luas dengan banyak kalangan. Dari preman pasar, pengusaha tajir sampai petinggi kepolisian dan militer. Dia sendiri pengusaha tajir. Karibnya sejak di Medan, Ollo Panggabean, tokoh pemuda di Sumatera Utara. Terkenal dengan julukan "God Father" Medan.

Kombinasi berbagai latar belakang pergaulan dan pengalaman hidupnya membentuk Aseng sebagai pribadi yang khas. Khas anak Medan. Blak-blakan. Bicara apa adanya. Bisa panas kuping kalau mendengar dia misuh-misuh.

Aseng baik hati. Tak bisa berdiam diri. Dia langsung turun membenahi apa saja urusan warga. Terutama urusan kebersihan di komplek. Ia turun langsung memotong rumput. Rumput halaman saya beberapa kali dia potongin. Lalu kirim macam-macam kembang.

Dia tak sungkan terjun memperbaiki saluran air yang mampet. Pembawaanya betul-betul khas Anak Medan. Mau cepat beres, dia tak biasa mengikuti birokrasi berbelit dari pengurus RT dan RW. Begitu ada maunya, dia keluar uang sendiri membangun beberapa prasarana termasuk pos-pos sekuriti.

"Aneh, kan? Gua pula yang dimusuhi oleh sebagian pengurus RT di sini. Tapi enggak ada urusan," curhatnya suatu hari.

"Sabar," kata kami menenangkan dia tiap kali gusar.

Aneh, memang. Padahal, Aseng lah yang paling care dalam urusan penanganan pademi di komplek kami. Dia rutin membagi-bagi masker, sembako untuk petugas sekuriti. Meski dia tidak di dalam struktur Tim Satgas Covid-19 di TVM.

Dia memang selalu menolak ditawari masuk dalam struktur. "Saya ini orang lapangan. Tidak begitu suka berdiskusi," elaknya.

Beruntung warga TVM punya Aseng. Sebenarnya. Banyak uang, tidak memimpikan jabatan Ketua RT, tetapi punya kepedulian sosial yang tinggi. Melebihi ketua-ketua itu sendiri.

Warga Pertama

Aseng termasuk warga pertama yang menyatakan dukungan sewaktu kami merencanakan pembangunan Masjid At Tabayyun di komplek. Yang sekarang digugat oleh 10 warga non muslim di PTUN.

"Sini saya teken pernyataannya. Rumah ibadah apapun harus didukung," katanya tanpa banyak cincong.

Ada beberapa lagi, sesama non muslim di TVM yang bersikap sama. Antaranya, tokoh agama Hindu AS DR Kobalen, mantan Ketua PMKRI Gustav Mbapa, dan Koh Acien Acien alias Jap Tjung Tjong, yang besar di Sukabumi dan fasih ngomong Sunda.

"Hubungan tetangga itu setahu saya lebih rapat dibandingkan keluarga sendiri. Mau bangun masjid kita dukung dong," ujarnya.

Hilang Kontak

Sejak sibuk membangun Tenda Masjid At Tabayyun di TVM, ditambah dengan ibadah selama Ramadhan, kami putus kontak dengan Aseng. Maklum kegiatan jogging juga terhenti. Beberapa lama. Kabarnya, Aseng sempat beberapa kali berkunjung ke Tenda, sayang kami tidak ketemu. Tapi mengirim kata-kata mutiara tiap subuh ke WA jalan terus.

Dua hari lalu tiba-tiba Aseng muncul di WAG warga. Ia menanggapi opsi warga TVM yang hendak membangun kantor RW baru di lahan fasos di depan rumahnya.

Dalam percakapan di WAGitu, ia tanpak gusar. Keberatan dengan opsi itu. Ia pun meletup-letup, mengemukakan berbagai alasan. Tapi, saya tidak ikut menanggapi.

Ketika dia menyarankan agar relokasi kantor RW sebaiknya menunggu putusan PTUN inkragh untuk pembangunan masjid, saya mulai terjaga.




Tak Lagi Berstatus Ibu Kota, Jakarta Siap Melesat Jadi Pusat Perdagangan Dunia

Sebelumnya

BMKG: Hujan Intensitas Ringan Hingga Lebat Berpotensi Guyur Sebagian Besar Wilayah di Indonesia Sepanjang Hari

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel News