Karena doa anak saleh itu ibarat pelita yang menerangi orang tuanya di kegelapan kubur/ Net
Karena doa anak saleh itu ibarat pelita yang menerangi orang tuanya di kegelapan kubur/ Net
KOMENTAR

KINI anak-anak muda lagi berani-beraninya mengusung cita-cita pensiun di usia belia. Caranya? Apalagi kalau bukan berinvestasi! Karenanya pula mereka pun rajin mengoleksi emas, lihai menguasai properti, pandai mengelola lahan, cerdik mengolah kripto, jago bermain saham dan lain-lain.

Kenapa investasi?

Karena kelak semua investasi itu hasilnya akan terus mengalir, jadi si empunya tidak perlu kerja keras, santai-santai saja toh uang mengalir deras, kekayaan kian berlipat-ganda. Dulu emak-emak yang berpikir keras perkara investasi, kini anak-anak muda malah lebih cerdik dalam urusan begini. Zaman telah berubah tampaknya.

Bagus sih kalau pandai dalam berinvestasi, artinya orang tersebut memiliki kecerdasan finansial yang ciamik. Akan tetapi pernahkah dibahas, dikaji dan dipersiapkan investasi yang lebih tinggi nilainya dari itu semua? Dan yang lebih dahsyat hasilnya?

Mau tahu dong!

Beginilah cara berinvestasi yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad, dimana Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadis dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah bersabda, “Jika seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah amal perbuatannya, kecuali tiga hal; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang selalu mendoakannya.” (HR. Muslim, Imam Abu Dawud dan Nasa'iy)

Menurut Imam Mubarakfuriy dalam Tuhfat al-Ahwadziy; yang dimaksud dengan terputusnya amal seseorang, adalah terputusnya ganjaran dan pahala dari amal perbuatannya, kecuali tiga perkara. Pahala dari tiga perkara ini tidak akan terputus; yakni sedekah jariyah yang berwujud wakaf dan sedekah-sedekah yang tidak hilang manfaatnya; ilmu pengetahuan yang ditinggalkannya; dan anak soleh yang selalu mendoakan dirinya. Menurut Ibnu Malik, anak di sini ditaqyid (dibatasi) dengan anak soleh. Sebab, pahala tidak akan didapatkan dari anak yang tidak soleh.   

Maka apapun investasi di dunia ini, akan lebih dahsyat dampaknya jika difokuskan kepada tiga macam investasi ini:

Pertama, sedekah jariyah, mari bayangkan kita menyerahkan lahan untuk pendirian masjid, dan siapa yang mampu menghitung berapa banyak kaum muslimin yang menggunakannya dan berapa lama masjid itu akan terus dipakai beribadah? Nah, selama itu pula pahalanya terus mengalir.

Kebetulan masyarakat lagi kesulitan melalui gang kecil, kemudian kita mengikhlaskan beberapa meter tanah milik sendiri untuk memperlebar jalan itu. Betapa banyak orang yang melalui jalan, dan sebanyak itu pula pahalanya terus mengalir meski kita sudah di dalam tanah. Selama jalan itu masih ditapaki manusia, selama itu pula kita terus menambang pahalanya meski telah meninggal dunia.

Tidak harus berupa sumbangan tanah sih, apapun sedekah yang bermanfaat dalam waktu yang panjang, maka selama itu pula pahalanya terus mengalir. Berapa pun yang kita sumbangkan untuk pembangunan masjid, maka nilai pahalanya akan terus mengalir. Inilah investasi yang paling menakjubkan.

Kata kuncinya adalah bagaimana kejelian kita beramal pada hal-hal yang pahalanya akan terus mengalir dalam masa yang selama mungkin.

Kedua, ilmu yang bermanfaat, sekilas ini tampaknya makanan bagi para pendakwah, dosen, guru, pengajar dan lain sejenisnya. Bukankah mereka yang gemar berbagi ilmu?

Ternyata tidak juga melulu demikian, karena siapapun dapat berbagi ilmu. Misalnya, seorang anak muda mengajarkan bapak-bapak yang terkena PHK tentang bisnis online. Ternyata bisnis bapak itu maju pesat dan rahasia yang diajarkannya pula kepada teman-teman lain yang juga kena pemecatan.

Nah, selama ilmu ini bermanfaat, maka anak muda yang pertama kali mengajarkannya akan terus mendapatkan pahalanya, sekalipun dia sudah terkubur di makamnya kelak. Karena ilmu darinya terus dikembangkan dan dimanfaatkan banyak orang.

Jadi rajin-rajinlah berbagi pengetahuan apa saja, karena ilmu itu selama bermanfaat akan terus mengalirkan kebaikan, dan juga pahala berlimpah bagi yang menyebarkannya. Maka dari itu Islam memberikan derajat yang tinggi bagi pengajar dan pencari ilmu.

Ketiga, anak saleh yang mendoakan orang tuanya. Berlainan dengan dua hal sebelumnya, sedekah jariyah atau ilmu bermanfaat itu lebih bergantung pada diri kita pribadi; selagi kita mau bersedekah dan berbagi ilmu, maka amalan itu dapat dengan mudah dilakukan.

Lain halnya dengan doa anak yang saleh, sekalipun mereka adalah darah daging kita sendiri, bukan jaminan harapan itu mudah terealisasi. Boleh jadi dia anak yang saleh, tetapi tidak berkesempatan atau lupa mendoakan ayah bundanya. Barangkali anak kita sering ingat untuk berdoa pada ibu bapaknya, akan tetapi dia bukanlah anak yang saleh, sehingga doanya itu tidak berpengaruh apa-apa.

Maka pada bagian ketiga ini, ada dua aspek yang perlu diusahakan:
a.   Bagaimana mencetak anak menjadi pribadi yang saleh?
b.   Bagaimana membuat anak itu ingat dan rajin mendoakan ibu bapaknya?

Maka, kita perlu lebih berani dalam berinvestasi untuk membentuk anak saleh; termasuk berkorban waktu, tenaga, biaya, pikiran, perasaan dan lain-lain.

Dalam mendidik anak berkepribadian saleh, tidak boleh orang tua melupakan agar terus mengingatkan mereka untuk mendoakan ibu bapak, apalagi ketika orang tua telah tiada. Karena doa anak saleh itu ibarat pelita yang menerangi orang tuanya di kegelapan kubur.

Akan tetapi, amat menarik apa yang diingatkan oleh Ibnu Watiniyah dalam buku Hadiah Pernikahan Terindah, anak saleh dan salehah tidak muncul begitu saja. Mereka merupakan hasil didikan orang tua atau orang yang membesarkannya. Jika ingin memanen hasil yang bagus, tanamlah bibit yang bagus.

Jika ingin anak-anak kita saleh dan salehah, jadilah orang tua yang saleh dan salehah terlebih dulu.
Heboh-heboh perkara semangat berinvestasi boleh-boleh saja, karena Islam menganjurkan demikian, dimana umatnya disuruh mempersiapkan masa depan yang lebih baik.

Namun jangan lupa anjuran Nabi Muhammad terkait dengan jenis investasi yang paling cuan bagi masa depan ini, yang mana manfaatnya mengalir dunia akhirat.




Hubbu Syahwat

Sebelumnya

Bukankah Aku Ini Tuhanmu?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur