Ilustrasi ziarah kubur/ Net
Ilustrasi ziarah kubur/ Net
KOMENTAR

SUDAH banyak ulama, cendikia, pakar, ilmuwan maupun ahli yang meninggal dunia, akan tetapi tidak seorang pun yang kembali kepada kita untuk menceritakan tentang rahasia kematian. Dari itulah, hingga saat ini, kematian masih menjadi misteri.

Kalimat-kalimat pembuka di atas sengaja ditaruh lebih dahulu, supaya pembahasan ini memiliki landasan yang jelas, bahwa membahas kematian dan alam yang melingkupinya itu akan selalu menarik meski tidak ada seorang pun dapat memastikan pendapatnya yang paling benar, mengingat tak ada satu pun di antara kita yang pernah melaluinya; sehingga pro kontra, silang pendapat, menolak atau menerima merupakan kenyataan yang sangat penting dihargai.

Terlebih, muslimin Indonesia memiliki tradisi amatlah menarik, dimana ziarah kubur menjadi kebiasaan yang rutin dilaksanakan. Terutama menjelang Ramadhan, bukan hanya bermaaf-maafan dengan sanak keluarga yang masih hidup, tetapi menziarahi pemakaman keluarga atau leluhur telah menjadi ritual tak terlupakan.

Ternyata, selain dengan yang masih hidup, hubungan baik juga tetap dipelihara dengan mereka yang telah tiada. Bukan hanya menjelang Ramadhan, pada bulan-bulan lainnya ritual ziarah cukup rajin dilakukan. Sepertinya ada sesuatu yang kurang sempurna apabila tidak berziarah.

Uniknya lagi, bukan hanya dengan sanak keluarga, ziarah itu juga dilakukan kepada mereka yang tidak punya hubungan darah sama sekali. Misalnya, begitu ramai orang-orang datang ke Blitar, mereka rela mengeluarkan biaya transportasi dan akomodasi, serta rela membayar tiket masuk, demi menziarahi makam Bung Karno. Alasan mereka, menziarahi umara’ atau pemimpin merupakan bagian dari kebaikan amalan.

Tidak semua pihak setuju dengan tradisi ziarah kubur, bahkan ada orang yang ikut rombongan ke Blitar, jalan-jalan di daerah itu, tetapi dia menolak berziarah ke makam sang proklamator. Mau bagaimana lagi, memang demikianlah keyakinan yang dianutnya.

Nah, di sinilah urgensi paragraf pembuka di atas, bahwa kita perlu saling menghormati perbedaan pendapat. Asalkan dalam perbedaan bersikap itu kita memiliki dalil yang kuat.

Nabi Muhammad sendiri, melalui berbagai hadis, diketahui melakukan ziarah kubur. Bahkan beliau pun mengajarkan dan menganjurkan ucapan salam terhadap ahli kubur. Beberapa hari menjelang ajalnya, Nabi Muhammad juga menyempat diri mengunjungi pemakaman Baqi’ di malam nan kelam.    

Dan muncul pertanyaan, kalau memang ziarah itu diperbolehkan, apakah orang yang meninggal dunia mengetahui orang yang menziarahinya?

Muḥammad ibn Abī Bakr Ibn Qayyim al-Jawzīyah dalam buku berjudul Roh menerangkan, orang-orang Salaf telah menyepakati hal ini dan banyak atsar yang diriwayatkan dari mereka, bahwa orang yang meninggal dunia dapat mengetahui ziarah orang yang masih hidup di atas kuburnya, dan dia merasa gembira karena kedatangannya.

Abu Bakar bin Abdullah bin Muhammad bin Ubaid bin Abud-Dunya mengatakan di dalam Kitabul Qubur, tentang orang yang meninggal dunia dan mengetahui kedatangan orang yang masih hidup, dari Aisyah, dia berkata, Rasulullah bersabda, “Tidaklah seseorang menziarahi kubur saudaranya dan duduk di sisinya, melainkan ia mendengarnya dan menjawab perkataannya, hingga dia bangkit.”

Dari Abu Hurairah, dia berkata, “Apabila seseorang melewati kuburan saudara yang dikenalnya lalu dia mengucapkan salam kepadanya, maka dia membalas salamnya dan mengenalinya. Jika dia melewati kuburan orang yang tidak dikenalinya lalu mengucapkan salam, maka dia hanya membalas salamnya.”

Intinya, tidak kenal apalagi kenal, tanpa hubungan sama sekali terlebih lagi yang berhubungan kekeluargaan, pada dasarnya ahli kubur mengetahui siapa yang menziarahinya. Jangankan lagi sengaja berziarah, ketika melalui pemakaman pun Nabi Muhammad mengucapkan salam penghormatan. Artinya, kita mestilah pandai-pandai menjaga akhlak yang baik terhadap mereka yang sudah berbeda alam itu.

Bagaimana ahli kubur itu mengetahui ketika orang mati tidak lagi berfungi penglihatan, pendengaran dan lain-lainnya?

Sesungguhnya yang mati itu adalah jasad, tubuh yang memang rapuh ini. Bahkan ketika manusia masih hidup pun beberapa bagain dari jasadnya bisa saja sudah mati duluan atau tidak berfungsi lagi. Roh-roh para ahli kubur itu mengenali siapa yang menziarahinya, dan tentu mengharapkan yang terbaik dari kedatangan kita.

Di suatu daerah, datanglah musim angin bertiup kencang, seiring itu tiba pula musim layang-layang. Bukan hanya anak-anak, orang-orang dewasa pun ikut meramaikan. Situasi makin semarak karena diadakan perlombaan layang-layang. Ekonomi pun menggeliat, karena di mana ada orang ramai, di sana para pedagang berdatangan dan meraup keuntungan.

Akan tetapi ketegangan terjadi, tatkala para tokoh masyarakat menghentikan suasana yang semarak itu. Alasan mereka, karena lapangan tidak lagi mampu menampung keramaian, maka peserta lomba dan penonton meluber hingga ke pemakaman. Di antara mereka pun ada yang menginjak-injak kuburan tersebut.

Alangkah sedihnya hati ahli kubur, ketika orang-orang datang bukannya mengucapkan salam atau mendoakan, tetapi malah menginjak-injak, bermain-main hingga berlomba yang mengandung unsur perjudian. Akan lebih mudah membayangkan, seandainya diri kita yang berada di dalam makam tersebut dan menyaksikan perbuatan orang-orang di atas sana.

Oleh sebab itu, Nabi Muhammad menunjukkan akhlak yang terpuji bagi para ahli kubur. Roh mereka tidak pernah mati, dan terus menanti kebaikan dari orang-orang yang masih hidup di dunia.

 




Menyambungkan Jiwa dengan Al-Qur’an

Sebelumnya

Sempurnakan Salatmu Agar Terhindar dari Perbuatan Keji dan Mungkar

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur