Ilustrasi guru mengajar/ Net
Ilustrasi guru mengajar/ Net
KOMENTAR

SEBAGAI pihak yang kalah di Perang Dunia II, Jepang mengalami kehancuran total. Bukan hanya terpuruk di sektor militer tetapi juga babak belur di seluruh lini kehidupan. Jutaan rakyatnya mati, ekonomi pun morat-marit. Terlebih bom atom dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki, maka Jepang benar-benar lumpuh di tahun 1945.

Kaisar Hirohito menyadari suatu kesalahan telah diperbuat saat menjerumuskan dunia dalam peperangan besar, tetapi membiarkan Jepang terpuruk di jurang kehancuran juga kesalahan besar.

Dengan spektakuler, sebagaimana diungkapkan oleh Veithzal dalam bukunya The Economics of Education, bahwa Kaisar Hirohito segera memanggil para menterinya dan kemudian bertanya, “Berapa guru yang masih tersisa?” yang dijawab oleh menteri pendidikannya. Kaisar Hirohito berkata, “Kita masih ada harapan.”

Kaisar Jepang tidak menanyakan, “Berapa jenderal yang masih hidup? Berapa meriam yang tersisa?” Karena guru dapat mencetak banyak jenderal, sebab guru sanggup melahirkan orang yang mampu membuat sesuatu lebih dahsyat dibanding meriam.  Begitulah hebatnya visi Kaisar Jepang dalam membangkitkan negaranya dari kehancuran, yakni bermodalkan guru.

Dalam tempo tidak lama, Jepang kembali menjadi negara kuat yang disegani dunia. Jika dahulu Jepang gagal menjajah secara militer, kini Jepang berhasil “menjajah” dunia dengan teknologinya. Lihat saja jalanan Indonesia, produk-produk Jepang yang menjadi rajanya.

Kaisar Hirohito tentunya akan lebih bersemangat andai Jepang memiliki srikandi pendidikan bernama Rahmah el-Yunusiyah. Karena sebelum Kaisar Hirohito mengeluarkan perkataan spektakuler mengenai guru, Rahmah lebih dulu menjadi guru bahkan mendirikan sekolah perempuan modern yang kemudian ditiru berbagai belahan dunia.

Azyumardi Azra menjelaskan dalam buku Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan Milenium III, bahwa dalam hal ini, yang paling menonjol adalah Madrasah Diniyyah li al-Banat (didirikan 1 November 1923) di Padang Panjang oleh Rahmah el-Yunusiyah. Madrasah yang kemudian lebih dikenal sebagai Diniyah Putri Padang Panjang.

Fakta menarik lainnya disingkap oleh Samsul Nizar dalam buku Sejarah Sosial dan Dinamika Intelektual Pendidikan Islam di Nusantara, bahwa apa yang dilakukan oleh Rahmah el-Yunusiyah, terutama dengan Diniyah Putrinya telah menarik perhatian luar negeri. Sebagai hasil kunjungan Rektor Universitas Al-Azhar, Mesir pada tahun 1955, yaitu meniru model pendidikan Diniyah Putri untuk dikembangkan di Al-Azhar fakultas khusus untuk perempuan pada tahun 1966. Bahkan, Rahmah sendiri diundang ke Al-Azhar untuk mendapatkan gelar Syaikhah.

Perlu ditegaskan lagi, untuk mendirikan perkuliahan khusus perempuan di kampus termasyhur di dunia, yaitu Universitas Al-Azhar, maka rektornya mengunjungi langsung dan belajar kepada perempuan Minang, asal Padang Panjang, Sumatera Barat.

Sebagai guru sejati, visi Rahmah el-Yunusiyah telah bersinar menerangi dunia. Murid-murid Diniyah Putri bukan hanya dari penjuru Indonesia, tetapi juga dari negara-negara tetangga lainnya.

Artinya, seorang guru perlu memiliki visi yang besar, sehingga masalah-masalah apapun yang menerpanya jadi terasa kecil. Rahmah el-Yunusiyah tegar karena melalui banyak terjangan badai cobaan. Bangunan sekolah berulang kali hancur oleh gempa, tetapi dibangun kembali dengan mengerahkan swadaya masyarakat.

Rahmah el-Yunusiyah gagah berani membela sekolahnya meski berhadapan dengan bayonet tentara Jepang. Singa betina itu pun dijebloskan ke penjara oleh para prajurit Belanda, tetapi sekolahnya tetap tidak dapat ditutup oleh penjajah manapun. Luar biasa!

Dan yang menakjubkan itu, ketika mendirikan Diniyah Putri umur Rahmah el-Yinusiyah baru menginjak 23 tahun. Dan pada usia demikian muda dirinya sudah kenyang pengalaman di penjara demi membela sekolahnya agar tetap buka. Bagaimana penjajah tidak gentar, karena Diniyah Putri mengajarkan pengetahuan agama Islam bersanding dengan ilmu-ilmu modern yang membuat anak didiknya punya visi besar kemerdekaan.

Tak pelak lagi, Rahmah el-Yunusiyah bersama Diniyah Putri ikut ambil bagian dalam perjuangan perang kemerdekaan. Pendidikan telah mencerahkan kaum terdidik untuk berani menjadi manusia yang berdaulat.

Hingga Rahmah el-Yunusiyah wafat bukan berarti segalanya telah usai, warisan visinya sebagai guru tetap berkibar, dan sampai detik ini sekolah Diniyah Putri tetap berdiri anggun sebagai pusat pendidikan modern.

Dan berabad-abad sebelumnya, telah lahir guru umat yang menerangi dunia dengan visinya yang cemerlang. Pada masa itu perempuan tidaklah berharga, bahkan dalam perjudian pun istri atau anak perempuan dapat jadi taruhan. Maka kehadiran guru perempuan yang juga mengajar kaum lelaki merupakan terobosan yang luar biasa. Sosok itu adalah Aisyah.

Lantas apa yang membuat Aisyah mempunyai banyak ilmu sehingga dapat mengajarkan kepada masyarakat, bukan hanya kalangan perempuan tetapi juga sahabat-sahabat lelaki sekalipun? Ternyata dia banyak sekali hafal dan meriwayatkan hadis-hadis Rasulullah.

Amal Qardasy binti Al-Husain dalam bukunya Peranan Wanita Dalam Periwayatan Hadits menerangkan para tokoh yang teratas dalam meriwayatkan hadis adalah: 1. Abu Hurairah meriwayatkan 5374 hadis; Abdullah bin Umar meriwayatkan 2630 hadis; 3. Anas bin Malik meriwayatkan 2286 hadis; 4. Aisyah meriwayatkan 2210 hadis; 5. Abdullah bin Abbas meriwayatkan 1660 hadis.

Nabi Muhammad punya beberapa istri, tetapi Aisyah yang terdepan karena menguasai hadis membutuhkan kecerdasan pikiran, dan Aisyah yang aktif mengajar di balik tirai kepada kaum laki-laki karena menjadi guru itu butuh visi yang tajam.

Apalagi sepeninggal Nabi Muhammad semakin banyak orang mendatangi Aisyah guna berkonsultasi tentang berbagai persoalan, karena Aisyah merupakan guru yang mengayomi berbagai pihak. Bahkan, Abu Hurairah yang merupakan ilmuwan hadis terkemuka berulang kali belajar kepada Aisyah, karena kelebihan yang dimilikinya dan Aisyah pun senang hati dalam berbagai ilmu.

Maka, selain terus belajar sepanjang hayat, maka kita pun perlu menjadi guru. Ajarkanlah pengetahuan yang dimiliki dan bagikanlah pengalaman yang telah ditimba. Minimalnya menjadi ummul madrasah atau guru di rumah sendiri, dan akan lebih spektakuler jika menjadi guru bagi bangsa ini.

Selamat Hari Guru!

 

 




Rakerkesnas 2024, Presiden: Indonesia Harus Bisa Manfaatkan Bonus Demografi

Sebelumnya

Tak Lagi Berstatus Ibu Kota, Jakarta Siap Melesat Jadi Pusat Perdagangan Dunia

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel News