Jika kita menunjukkan kesalahannya, orang itu tidak akan merasa dipermalukan. Dengan demikian diharapkan dia dapat menyadari kesalahan dan memperbaikinya/ F
Jika kita menunjukkan kesalahannya, orang itu tidak akan merasa dipermalukan. Dengan demikian diharapkan dia dapat menyadari kesalahan dan memperbaikinya/ F
KOMENTAR

TIDAK ada seorang pun ingin dipermalukan. Karena itulah Islam mengajarkan adab memberikan kritik yaitu secara personal, face to face, tanpa perlu disaksikan banyak orang.

Rambu tersebut bertujuan semata agar kritik yang kita sampaikan dapat dipahami dengan sebaik-baiknya oleh orang yang kita tuju tanpa ada distorsi. Selain itu, terbuka kesempatan untuk berdiskusi dan mencari titik temu andaikan dia mencoba membela diri.

Jika kita menunjukkan kesalahannya, orang itu tidak akan merasa dipermalukan. Dengan demikian diharapkan dia dapat menyadari kesalahan dan memperbaikinya.

“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.” (QS. Thaha:44)

Sebelumnya, kita harus meluruskan niat mengkritik. Berniat untuk memperbaiki kesalahan agar membawa maslahat bagi banyak orang. Bukan untuk menghujat apalagi mencari ‘panggung’ untuk diri sendiri.

Jika ingin meluruskan, apa yang kita sampaikan haruslah memiliki dalil ilmu yang shahih. Jika ingin membantah, kita harus mempunyai bukti konkret. Jika ingin mengganti, kita harus memberi solusi. Jangan asal menghujani orang dengan sanggahan-sanggahan dipaksakan.

Ibnu Taimiyah mengatakan setiap orang yang melakukan amar ma’ruf nahi munkar adalah dia orang yang ‘alim (pandai, paham) terhadap apa yang dia perintahkan dan dia larang.

Selanjutnya, yang juga harus kita perhatikan adalah mengkritik perbuatan yang salah, bukan sosoknya. Tak ada manusia yang sempurna, karena itu jangan sampai kita ‘mengupas’ semua kekurangan yang ada pada orang tersebut, padahal kritik kita awalnya hanya seputar satu tindakannya yang salah. Apalagi jika sampai membicarakan kekurangan fisik dan seputar keluarga yang tidak ada sangkut pautnya.

Islam memberikan adab mengkritik tak lain agar kita mengkritik dalam rangka menambah ketaatan kepada Allah Swt. Kita mengkritik bukan untuk kepentingan pribadi. Kritik tersebut haruslah berisi ajakan kepada kebenaran dan kebaikan banyak orang.
 
Lalu, kapan kita bisa mengkritik secara terbuka?

Di Amerika Serikat, perang kritik jelang pemilu mulai ramai bersliweran. Salah satu yang sangat menarik perhatian adalah pernyataan Michelle Obama menyambut konvensi Partai Demokrat, “Donald Trump is the wrong president for our country”.

Michelle menjelaskan bahwa Trump sebetulnya memiliki waktu untuk melakukan hal-hal baik dan memperbaiki keadaan, tapi itu tidak dilakukannya. Mantan First Lady Amerika itu juga menegaskan bahwa setiap Black Lives Matter mengunjungi Gedung Putih untuk mencari solusi, mereka tidak mendapat empati sedikit pun.

Tak jauh berbeda dengan Michelle Obama, oposisi di berbagai negara juga kerap mengkritik kebijakan yang diambil rezim penguasa. Atau anggota legislatif mengkritik keputusan pemerintah.

Kita juga mengenal istilah kritik sosial. Ketika misalnya pemimpin yang kerap menzalimi rakyatnya, maka rakyat dari berbagai elemen dan profesi akan turun ke jalan. Berdemo untuk menuntut perbaikan. Demo tersebut adalah satu jalan mengkritik penguasa. Wallahu a’lam bishshawab.

 

 




Dunia Adalah Ujian: Menjaga Keseimbangan Emosi di Tengah Badai Kehidupan

Sebelumnya

Ingat Akhiratmu, Maka Duniamu Terasa Mudah

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur