Selamat memaknai 75 tahun Indonesia merdeka. Dirgahayu bangsa kita tercinta/ Net
Selamat memaknai 75 tahun Indonesia merdeka. Dirgahayu bangsa kita tercinta/ Net
KOMENTAR

MERDEKA atau mati adalah seruan para pahlawan bangsa untuk melawan penjajah Belanda dan Jepang. Seruan yang dibuktikan dengan kekompakan, kedisiplinan, perjuangan tanpa lelah, juga persatuan antarsuku bangsa.

Atas izin Allah, Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945 setelah proklamasi dibacakan Soekarno dan Hatta.

Kini sudah 75 tahun kita menjadi bangsa merdeka. Bangsa kita sudah semakin maju dalam hal pendidikan dan teknologi. Taraf hidup jauh membaik. Kiprah anak bangsa pun semakin mengglobal.

Meski demikian, sila ke-5 Pancasila belum juga terwujud. Kemakmuran masih milik segelintir orang. Belum bisa merata hingga ke pesisir dan pelosok. Bahkan listrik sekali pun, belum bisa dinikmati setiap anak bangsa.

Kondisi alam dan geografi didapuk jadi masalah ketimpangan sosial. Banyak yang belum terjamah teknologi karena letaknya disebut-sebut sulit dijamah. Padahal berbagai fasilitas dan sarana modern sudah dimiliki untuk menembus medan sulit.

Kini kita memang sudah tidak lagi dijajah bangsa asing. Tapi kini kita menghadapi ‘penjajahan’ bentuk lain. ‘Penjajahan’ era informasi teknologi yang bisa memecah belah persatuan bangsa hanya dalam hitungan menit. Ada hoaks, ujaran kebencian, juga sensasi.
 
Di masa pandemi, sensasi tak jua berhenti. Justru makin menjadi. Maklumlah, sensasi bisa mendatangkan uang. Semakin sensasional, semakin dikenal, semakin kantong menebal. Ada yang sengaja mendulang sensasi, ada yang sekadar main-main tapi ternyata mengukir sensasi. Contohnya, banyak orang mengaku menemukan penawar corona.

Siapa saja kini mengakrabi sensasi. Politikus, pengamat politik, pejabat negara, penyanyi, pemain film, pemain ftv, pengusaha, influencer, selebgram, hingga orang biasa yang mendadak terkenal melalui goyang TikTok, konten YouTube, atau foto yang diunggah ke media sosial.

Mana yang benar, mana yang bayaran, awam sulit sekali membedakan. Mulai dari hal simpel seperti memilih skincare atau makeup, perempuan dihadapkan pada pilihan sulit. Beragam pendapat beauty influencer tentang brand A, brand B, dan lainnya justru membuat bingung—mana yang sebenarnya berkualitas baik dan cocok bagi kita. Sama halnya dengan endorsement yang dipromosikan artis kesayangan. Bisa jadi kualitasnya jauh di bawah apa yang disampaikan.

Lain lagi urusan politik. Pilkada makin dekat, suasana panas mulai terasa. Ada yang mengkritik tentang dinasti politik. Ada yang bikin panas dengan terus-menerus mencari aib pejabat publik. Ada yang terus bergerilya mendekati grassroot untuk bisa memenangkan pertarungan dengan memanfaatkan kegelisahan dan kemiskinan rakyat di masa pandemi.

Seolah-olah kemerdekaan yang digawangi demokrasi menjadi garansi untuk berbuat sebebas-bebasnya. Tak peduli menabrak nilai moral, keilmuan, apalagi agama. Sensasi bak menempel menjadi ciri generasi yang hidup di zaman ini, baik tua maupun muda.

Bagi umat Muslim, kita bisa melihat contoh tanggung jawab perjuangan dari para nabi.

Ada Nuh as. yang berusaha memerdekakan kaumnya dan makhluk hidup lainnya agar selamat dari ancaman azab Allah berupa banjir bandang. Ada Nabi Ibrahim yang berusaha memerdekakan kaumnya dari perilaku menyembah berhala dengan merelakan dirinya dibakar.
 
Ada Musa as. yang tak gentar melawan Firaun untuk memerdekakan bangsanya dari kezaliman ayah angkatnya itu. Dan tentu saja Muhammad saw. yang begitu sabar dan pantang menyerah menyerukan tauhid kepada kaum jahiliyah dan umat manusia di seluruh dunia demi memerdekakan mereka dari kekufuran.

Apa yang para nabi lakukan setelah berhasil memerdekakan umat mereka? Para nabi dan umat yang setia pada mereka berhijrah menjadi Muslim yang lebih baik. Mereka benar-benar meninggalkan kebiasaan buruk masa lalu.

Mereka menyusun pemerintahan yang amanah pada kesejahteraan rakyat. Mereka menata permukiman penduduk dengan baik, lengkap dengan fasilitas dan sarana yang dibutuhkan masyarakat. Semuanya tanpa sensasi.

Kini, di era pandemi, memaknai kemerdekaan Indonesia menjadi lebih dalam. Kita belajar lagi bagaimana cara bersahabat, bersaudara, dan bergotong-royong dengan lebih tulus. Anak-anak merayakan kelulusan tanpa pesta pora.

Para relawan Covid-19, banyak dari mereka adalah generasi milenial. Makin banyak pula bermunculan komunitas relawan di berbagai bidang yang menarik minat para muda-mudi untuk mengabdi bagi sesama. Ternyata masih banyak generasi muda yang berjiwa patriot dan tidak egois memikirkan kesenangan pribadi.

Siapa pun, dikenal publik atau tidak dikenal, selama mampu berkontribusi bagi sesama tanpa mengundang sensasi, dialah pahlawan sesungguhnya. Pahlawan yang mampu mengisi kemerdekaan dengan kesadaran diri untuk lebih bermartabat, lebih bermanfaat, dan lebih maju.

Selamat memaknai 75 tahun Indonesia merdeka. Dirgahayu bangsa kita tercinta.

 




Puan Maharani Tegaskan Komitmen Indonesia Dukung Kemerdekaan Palestina di Forum PUIC

Sebelumnya

Ketika Dokter Umum Diusulkan Boleh Operasi Caesar: Solusi atau Risiko Baru?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel News