Tidak perlu memaksakan diri mengenakan busana berukuran XS agar ‘seragam’ dengan teman-teman. Siapa yang sehat dan bugar, pasti akan terlihat menawan/ Net
Tidak perlu memaksakan diri mengenakan busana berukuran XS agar ‘seragam’ dengan teman-teman. Siapa yang sehat dan bugar, pasti akan terlihat menawan/ Net
KOMENTAR

JUDUL tulisan di atas bukan kalimat yang berulang kali diucapkan ibu-ibu tapi berulang kali pula terpatahkan karena tak kuat menahan diri untuk tidak ngemil atau tidak makan mie instan jelang tengah malam. Terlebih di masa pandemi Covid-19, kenaikan berat badan seolah menjadi ‘pandemi’ penyerta yang menyerang banyak perempuan.

Lupakan sejenak urusan “aku mau kurus” ala ibu-ibu itu. “Aku mau kurus” yang satu ini jauh lebih mengkhawatirkan. Yaitu ketika kalimat tersebut diucapkan oleh anak kita. Kebanyakan oleh anak perempuan, meski ada pula anak laki-laki yang mengatakannya.

Kalimat tersebut bahkan menjadi membahayakan manakala menyebabkan eating disorder pada buah hati kita. Dan ketika kita mendengar istilah eating disorder alias gangguan makan alias perilaku makan menyimpang, seketika terbayang oleh kita bulimia dan anoreksia.
 
Penelitian National Eating Disorders Association menunjukkan bahwa 95% penderita gangguan makan adalah mereka yang berusia 12 sampai 25 tahun. Penyebabnya beragam bahkan terbilang kompleks karena menyangkut kondisi fisik, emosi, dan pengaruh budaya.

Bagaimana tidak, anak-anak zaman now dijejali informasi di media tentang persepsi tubuh “normal” (baca: kurus, langsing) yang menjadi ‘magnet’ datangnya gangguan makan.

Apa yang harus kita lakukan jika anak kita mengalaminya?

#Segera bertindak. Jangan sampai anak terlalu lama kekurangan nutrisi yang penting bagi pertumbuhan. Periksakan secara menyeluruh untuk mengetahui sejauh mana akibat eating disorder terhadap fisiknya.

#Libatkan profesional. Naluri supermom kita mungkin mengatakan bahawa kita mampu mengatasinya. Tapi harus ada penanganan tepat yang melibatkan para profesional seperti ahli gizi, dokter spesialis, hingga psikolog.

#Tidak menghakimi. Anggap gangguan makan layaknya penyakit lain. Jangan memarahi anak karena biasanya sulit menyetop eating disorder yang sudah menjadi kebiasaan.

Hal mendasar yang harus dituntaskan adalah mengenali betapa kompleksnya eating disorder. ‘Penyakit’ tersebut ditandai dengan pola makan yang tidak biasa sebagai jawaban atas ketakutan luar biasa tentang bentuk tubuh. Itu berarti ada masalah psikologis yang harus menjadi prioritas untuk diselesaikan.

Tidak percaya diri dan kesal dengan komentar teman-teman tentang bentuk tubuh adalah alasan banyak orang tergilas eating disorder. Otak memaksa tubuh menolak asupan makanan hingga nutrisi yang dibutuhkan tidak terpenuhi. Di sinilah peran besar ibu dibutuhkan untuk bisa menghadirkan kepercayaan diri si buah hati untuk tidak mengukur siapa dirinya dari berapa berat tubuhnya.

Eating disorder tidak selalu dialami perempuan yang menginginkan tubuh langsing. Eating disorder juga bisa menyerang laki-laki dan dalam bentuk asupan makanan yang berlebihan. Pada sebagian orang, ketidakmampuan mengelola emosi untuk menghadang stres berdampak pada intensitas makan yang berlebihan. Baik kekurangan atau kelebihan, keduanya tidak baik bagi tubuh kita.

Salah satu hal yang harus kita perhatikan baik-baik adalah tentang body shaming. Kita mungkin tidak menyadari kerap melabeli orang lain dengan julukan yang mengandung body shaming. Atau kita kerap kali mempermasalahkan soal bentuk tubuh orang lain atau mengeluh betapa susahnya menguruskan badan. Bukan tidak mungkin anak akan merekam semua itu hingga mindset yang terbentuk di otaknya adalah: “aku harus kurus”.

Demikian pula ketika anak, saudara, atau teman kita mengalami eating disorder, kita harus pandai memotivasinya tanpa membuatnya menyalahkan diri sendiri atau terbebani dengan pendapat orang-orang di sekelilingnya.

Atau misalnya, kita tanpa sadar kita spontan mengeluh di depan cermin “aduh, susah banget ini bikin rata perut buncit ini”. Ketika di dekat kita ada penderita eating disorder yang sedang berjuang untuk bisa sembuh, perasaan sensitif menjadikannya tidak nyaman bahkan bisa menimbulkan kembali ketidakpercayaan diri seperti dulu. Padahal kita tidak bermaksud menyinggungnya sama sekali.

Jika memang anak bersikeras menjadi kurus, kita bisa membantunya untuk menjadi bugar dan sehat. Ajak anak mengenali nutrisi yang wajib dikonsumsi selama masa pertumbuhannya. Atur asupan kalori yang masuk secara disiplin tanpa berlebihan namun tidak boleh kekurangan. Itulah cara sehat untuk mendapatkan berat badan ideal.

Ingatkan anak, setiap individu mempunyai kebutuhan kalori berbeda-beda berdasarkan aktivitas yang dilakukan. Karena itulah, tidak perlu memaksakan diri mengenakan busana berukuran XS agar ‘seragam’ dengan teman-teman. Siapa yang sehat dan bugar, pasti akan terlihat menawan.

 




Seringkali Diabaikan dan Tidak Dianggap, Waspadai Dampak Depresi pada Anak Laki-Laki

Sebelumnya

Anak Remaja Mulai Menjauhi Orang Tua, Kenali dan Pahami Dulu Alasannya

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Parenting