Suzanne Hoylaerts/ Net
Suzanne Hoylaerts/ Net
KOMENTAR

PANDEMI corona yang kian meluas menyebabkan persediaan alat medis semakin berkurang.

Nampaknya hal tersebut yang menginspirasi seorang pasien wanita yang didiagnosis corona asal Lubbeek, Belgia, menolak menggunakan alat bantu pernapasan dari rumah sakit.

Seorang perempuan bernama Suzanne Hoylaerts yang berusia 90 tahun dan didiagnosis positif corona, dimana seharusnya ia menggunakan alat bantuan pernapasan. Namun Suzzane menolak menggunakan alat bantuan tersebut dengan alasan yang cukup mengharukan. Ia merasa alat tersebut lebih dibutuhkan oleh pasien yang lebih muda.

Kisah bermula ketika awal Maret lalu, kondisi kesehatan Suzzane sedikit memburuk. Dia kehilangan nafsu makan, merasa sesak napas, tetapi tidak mengalami batuk atau demam.

Melansir Daily Star, Senin (31/3) , Putrinya yang bernama Judith kemudian membawa ibunya ke dokter.

"Dia pernah mengalami radang paru-paru dan dirawat di rumah sakit pada tahun lalu," kata putri Suzanne.

Karena kondisinya yang tak kunjung membaik, Suzanne lalu dirujuk ke rumah sakit. Namun dokter mengatakan, saturasi oksigen Suzanne terlalu rendah. Sehingga Ia kemudian dirawat sendirian di ruang gawat darurat.

Judith masih teringat bagaimana ibunya mengatakan kata-kata terakhir yang diucapkan sebelum masuk ruang isolasi.

"Kamu tidak boleh menangis. Kamu melakukan semua yang kamu bisa. Aku (sudah) memiliki kehidupan yang baik," kenang Judith.

Awalnya Judith tak mengetahui bahwa ibunya terjangkit virus corona. Ia baru mengetahui hal tersebut setelah pihak rumah sakit memberitahunya lewat telepon.

"Para dokter memberi tahu saya bahwa dia menolak untuk memakai respirator," kata Judith.

Judith mengatakan, ibunya tidak mau menggunakan alat bantu pernapasan tersebut dengan alasan masih banyak pasien muda yang membutuhkan.

"Saya tidak ingin mengunakan respirasi buatan. Simpan (alat) itu untuk pasien yang lebih muda. Saya sudah memiliki kehidupan yang baik," kata Suzanne kepada para dokter.

Akhirnya pada 21 Maret, Suzanne menghembuskan napas terakhirnya sehari setelah ia dirawat di rumah sakit. Yang paling membuat Judith dia tak bisa mengucapkan salam terkahir kepada ibunya sebelum meninggal.

"Aku tidak bisa mengucapkan selamat tinggal padanya, dan bahkan aku tidak punya kesempatan untuk menghadiri pemakamannya, ujar Judith lagi.

 

 




Rakerkesnas 2024, Presiden: Indonesia Harus Bisa Manfaatkan Bonus Demografi

Sebelumnya

Tak Lagi Berstatus Ibu Kota, Jakarta Siap Melesat Jadi Pusat Perdagangan Dunia

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel News