PAGI yang seharusnya membawa harapan, berubah menjadi duka mendalam bagi warga Gaza. Serangan udara terbaru yang dilancarkan Israel di wilayah utara Jalur Gaza sejak fajar (26/5) dilaporkan telah menelan korban jiwa lebih dari 50 orang. Salah satu lokasi yang paling tragis diserang adalah sebuah sekolah di Gaza yang tengah menampung ratusan warga yang mengungsi.
Dikutip dari BBC, pejabat Pertahanan Sipil Palestina mengatakan sekitar 35 orang meninggal dunia dalam serangan tengah malam di Sekolah Fahmi al-Jarjawi di lingkungan Daraj. Kebanyakan dari korban adalah perempuan dan anak-anak yang sedang tidur ketika bom menghantam. Puluhan lainnya mengalami luka-luka.
Sekolah Fahmi Al-Jarjawi menampung ratusan pengungsi dari Beit Lahia yang tengah diserang hebat. Pertahanan Sipil Gaza yang dikelola Hamas melaporkan banyak jenazah, termasuk anak-anak, ditemukan dengan luka bakar parah akibat kebakaran di dua ruang kelas yang dipakai sebagai tempat tinggal. Militer Israel menyatakan mereka menyerang pusat komando Hamas dan Jihad Islam yang digunakan untuk merencanakan serangan.
Gambar yang disiarkan oleh Al Jazeera memperlihatkan kelas-kelas yang terbakar, anak-anak kecil berjalan kebingungan di antara kobaran api, dan warga berusaha memecahkan jendela untuk menyelamatkan mereka yang terjebak.
Di tempat terpisah, serangan di rumah keluarga Abd Rabbo di Jabalia menewaskan 19 anggota keluarga tersebut. Laporan lain yang belum terkonfirmasi menyebutkan bahwa tenda pengungsian di Gaza juga menjadi sasaran, menewaskan enam orang.
Meski tekanan internasional terus meningkat dan seruan agar Israel menghentikan blokade terhadap bantuan kemanusiaan semakin keras, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menegaskan bahwa operasi militer akan terus dilanjutkan hingga seluruh wilayah Gaza berada di bawah kendali Israel.
Ironisnya, sekolah—yang menurut hukum humaniter internasional merupakan infrastruktur sipil yang harus dilindungi—terus menjadi sasaran. Dalam perang yang telah berlangsung 19 bulan ini, ratusan orang telah kehilangan nyawa di tempat-tempat yang seharusnya menjadi perlindungan terakhir mereka.
Sementara itu, Perdana Menteri Australia Anthony Albanese mengecam keras pembatasan bantuan Israel ke Gaza. Ia menyebut blokade makanan dan kebutuhan pokok sebagai tindakan yang sangat tidak dapat diterima.
Dalam pernyataannya di Canberra (26/5), Albanese menegaskan bahwa Australia telah menyampaikan langsung keberatannya kepada pemerintah Israel. “Orang-orang kelaparan. Menahan bantuan di tengah krisis kemanusiaan adalah kekejian,” ujarnya, dikutip dari Xinhua.
Ia juga menolak alasan Israel dan menilainya tidak masuk akal dan tidak kredibel. Albanese menegaskan bahwa tindakan tersebut bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan tidak dapat dibenarkan oleh negara yang menyebut dirinya demokratis.
KOMENTAR ANDA