ASEAN Women, Peace and Security (WPS) merupakan wadah untuk melindungi perempuan dan anak dari tindak kekerasan/Net
ASEAN Women, Peace and Security (WPS) merupakan wadah untuk melindungi perempuan dan anak dari tindak kekerasan/Net
KOMENTAR

MERUPAKAN kelanjutan dari pengarusutamaan gender, ASEAN Women, Peace and Security (WPS) yang merupakan high level dialogue meeting yang diselenggarakan pada 5-7 Juli 2023 di DI Yogyakarta, dihasilkan sebuah rekomendasi berupa regional plan of action (RPA) on WPS yang diharapkan dapat diimplementasikan oleh para negara anggota.

Sebagai bentuk kesepakatan, juga diajukan penandatanganan dan ikrar kerja sama terkait implementasi RPA WPS oleh mitra dialog. Penandatanganan ini merupakan bentuk komitmen dari dialogue partners 4 negara, yaitu Australia, Kanada, Inggris, dan Amerika Serikat, serta UN Women untuk memperkuat kerja sama dengan ASEAN dalam memimpin implementasi RPA WPS di ASEAN.

“Konflik memiliki efek buruk yang mendalam dan seringkali tidak proporsional pada perempuan dan anak perempuan. Mereka lebih rentan terhadap kekerasan berbasis gender yang diperparah oleh konflik,” kata Menteri PPPA Bintang Puspayoga, dalam sambutan pembuka ASEAN WPS di Yogyakarta, beberapa hari lalu, seperti dikutip dari website resmi KemenPPPA, Senin (10/7).

Ketika sumber daya langka, perempuan dan anak menjadi kelompok pertama yang kelaparan, dikeluarkan dari sekolah, dan terluka tanpa perawatan kesehatan yang layak. Dalam pencegahan konflik, negosiasi perdamaian, dan rekonstruksi pasca-konflik, perempuan seringkali dipandang lemah dan suaranya sering diremehkan.

Namun pada kenyataannya, perempuan adalah aktivis perdamaian yang kuat dan negosiator yang mumpuni. Kepekaan alaminya mampu membangun rasa saling menghormati dan inklusivitas di antara berbagai kelompok.

Perempuan membawa perspektif, pengalaman, dan keterampilan unik, dan seringkali berfokus pada penyembuhan dan rekonsiliasi komunitas. Oleh karena itu, partisipasi perempuan yang berarti dalam proses perdamaian meningkatkan keefektifan, legitimasi, dan keberlanjutan perdamaian.

“Sebuah bentuk komitmen bahwa negara hadir dalam melindungi perempuan dan anak, khususnya dalam agenda Perempuan, Perdamaian dan Keamanan, yaitu dengan disusunnya Rencana Aksi Nasional Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam Konflik Sosial (RAN P3AKS), yang merupakan implementasi dari Resolusi Dewan Keamanan PBB 1325 tentang Women, Peace and Security yang telah ditetapkan 23 tahun lalu, juga selaras dengan ASEAN RPA WPS yang menjadi dasar pelaksanaan WPS di kawasan regional ASEAN,” ujar Plh Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan, sekaligus Staf Ahli Bidang Pembangunan Keluarga KemenPPPA, Indra Gunawan.

Implementasi RPA WPS di Indonesia tidak hanya di level nasional, tetapi juga sudah menjangkau level provinsi, bahkan di level desa atau kalurahan. Sampai saat ini, terdapat 12 provinsi yang telah memiliki Rencana Aksi Daerah atau Kelompok Kerja P3AKS.

Di level desa, terdapat 22 Desa Damai yang diprakarsai oleh Wahid Foundation untuk mempromosikan kesejahteraan, kesetaraan, dan penghormatan terhadap keberagaman, dan mendorong peran perempuan sebagai agen perdamaian dalam mengembangkan kohesi sosial dan memperkuat daya tahan masyarakat dalam ekonomi, sosial, dan budaya melalui pendekatan keamanan insani.

Di samping itu, agenda WPS juga diintegrasikan ke dalam 10 indikator Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) yang merupakan program unggulan Kemen PPPA.

Setelah menyaksikan show case praktik baik dari Indonesia dalam mengimplementasikan WPS, diharapkan negara-negara anggota ASEAN dapat termotivasi untuk segera mengadopsi RPA WPS.




Rakerkesnas 2024, Presiden: Indonesia Harus Bisa Manfaatkan Bonus Demografi

Sebelumnya

Tak Lagi Berstatus Ibu Kota, Jakarta Siap Melesat Jadi Pusat Perdagangan Dunia

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel News