Ilustrasi/ Net
Ilustrasi/ Net
KOMENTAR

Episode A:
TEMAN itu hendak menikah, dalam hitungan hari lagi. “Tetapi, uang saya baru akan ditransfer baru minggu depan oleh rekanan,” ujarnya. Kemudian dia meminjam uang, lumayan besar untuk ukuran belasan tahun yang lalu. Tidak tega niat suci menikah temannya tertunda, lelaki itu berkenan memberikan pinjaman.

Namun, berjanji itu memang lebih mudah dibanding merealisasikannya. Janji pelunasan itu pun terbang bersama angin lalu.

Episode B:
Teman itu datang lagi, bertahun-tahun kemudian. Dia menjadi tokoh pejuang membela rakyat kecil. Kini, dia hendak maju sebagai calon anggota legislatif daerah. “Desa-desa di sana akan ditenggelamkan demi proyek bendungan. Hanya di parlemen daerah saya dapat menyelamatkan mereka,” terangnya.

Lelaki itu pun tersentuh, dan menyerahkan sejumlah uang demi perjuangan menuju kursi legislatif. Mudah-mudahan dirinya menjadi pejuang sejati. “Begitu tanah saya laku, semua utang saya lunasi!” janjinya. Politikus memang pandai bicara manis.

Sayang, bersama tenggelamnya desa-desa itu, teman tersebut juga gagal merebut kursi legislatif.  Tatkala ditagih utangnya, dia menyahut, “Kamu tidak lihat, sekarang saya cuma tukang ketik di kelurahan!”

Benar kata orang, yang berutang bisa lebih galak daripada yang memberikan pinjaman.

Episode C:

Teman itu datang lagi, menghiba-hiba dan berlinangan airmata. “Istri dan anak saya hampir mati,” jeritnya. Istri yang hamil tua harus segera dioperasi, rumah sakit swasta meminta uang mukanya disegerakan.

Lelaki itu masih trauma dengan pengalaman pahit sebelumnya, tetapi temannya datang memohon pinjaman atas nama kemanusiaan. “Semua utang pasti saya lunasi, tanah warisan kami sudah ada yang mau beli! Tolonglah!” ungkapnya menghiba.

Lelaki itu masih geram tapi bimbang karena ini sudah urusan nyawa, lalu istrinya berbisik, “Kalau memang ada uang, lebih baik sedekah saja. Daripada nanti sakit hati hutang tak dibayar.”

Atas nama kemanusiaan, uang itu pun berpindah tangan. “Ini sedekah, bukannya utang,” tegasnya. Teman itu girang dan pergi bersama angin.

Memberikan pinjaman maupun bersedekah sama-sama amalan baik, sebab kita meringankan beban masalah orang yang lagi berkesusahan. Namun, manakah yang terbaik, bersedekah atau memberikan pinjaman utang? Sesuaikan saja dengan kemampuan dan mentalitas masing-masing! Setidaknya kisah di atas bisa dijadikan pertimbangan.

Orang yang berutang biasanya dalam kondisi tidak berdaya, butuh perjuangan keras plus keberuntungan bagi dirinya untuk melunasi utang. Itu pun kalau berhasil. Dan kita pun tidak tega menggunakan jasa debt collector guna menerornya. Lagi pula, kalau memang tidak punya apa-apa lagi, mau pakai preman pun utang tak akan mampu dilunasinya.

Dari itu, saat hendak memberikan pinjaman, jangan lupa membuat pertimbangan dan mengukur kemampuan diri dalam memberikan keringanan atau malah mengikhlaskannya di kemudian hari. Renungkanlah! Jangan sampai menyakiti diri demi menyenangkan orang lain.

Sebagaimana diungkapkan dalam surat al-Baqarah ayat 280, yang artinya, “Dan jika (orang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Dan jika kamu menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.”

Diriwayatkan dari Abu Qatadah bahwa dia pernah mencari seorang yang berutang kepadanya. Orang itu bersembunyi, lalu Abu Qatadah menemukannya. Orang itu berkata, “Sungguh aku dalam kesukaran.”

Abu Qatadah bertanya, “Demi Allah?”
Orang itu berkata, “Demi Allah.”

Abu Qatadah berkata, “Sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, ‘Siapa saja yang ingin diselamatkan oleh Allah dari kesusahan-kesusahan hari kiamat, hendaklah dia memberi tangguh kepada orang yang dalam kesukaran atau menghapuskan utangnya.”

Saat hendak memberikan pinjaman utang, perlu diukur kemampuan dua belah pihak; apakah pemberi pinjaman siap memberikan kelonggaran jika ada masalah di kemudian hari dan apakah orang yang berutang punya kredebilitas kejujuran dalam melunasi pinjaman?

Lain halnya dengan sedekah, tanpa diminta malahan kita yang datang mengulurkan bantuan. Tidak akan ada rasa sakit di hati, karena setelahnya tidak ada lagi urusan dengan dirinya, kecuali urusan pahala dari Allah.

Buatlah pertimbangan matang terkait pinjaman atau pun sedekah, dua-duanya berpahala karena membantu orang yang kesusahan. Dan yang tak kalah penting, apapun pilihannya jangan sampai kita tidak ikhlas apalagi merasa sakit di kemudian hari.

 

 

 




Menyambungkan Jiwa dengan Al-Qur’an

Sebelumnya

Sempurnakan Salatmu Agar Terhindar dari Perbuatan Keji dan Mungkar

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Tadabbur