Ilustrasi/ Net
Ilustrasi/ Net
KOMENTAR

KETUA WTO (World Trade Organization) Dr. Ngozi Okonjo-Iweala mengatakan bahwa produsen vaksin Covid-19 harus bisa bekerja sama dengan negara-negara miskin.

Menurut Okonjo-Iweala, perusahaan farmasi yang memproduksi vaksin Covid-19 harus menghasilkan jumlah yang cukup untuk semua orang di seluruh dunia atau secara sukarela membagikan teknologinya ke negara-negara berkembang.

Seperti dilaporkan BBC, Okonjo-Iweala mengecam tindakan produsen vaksin yang meninggalkan negara-negara miskin dan memposisikan mereka pada 'ujung antrean' untuk mendapat vaksin.

Mantan Menteri Keuangan Nigeria tersebut mengapresiasi kesepakatan AstraZaneca untuk mentransfer pengetahuannya ke produsen vaksin massal di India. "Memberi izin secara sukarela untuk berbagi teknologi vaksin dapat menyelamatkan lebih banyak nyawa manusia," katanya.

Ia berharap produsen vaksin lain seperti Novovax, Johnson & Johnson, dan yang lainnya dapat mengikuti kerja sama yang dijalankan AstraZaneca dengan Serum Institute of India. Menurut Okonjo-Iweala, ada banyak negara berkembang yang memiliki kapasitas untuk mengembangkan potensi di bidang sains dan teknologi.

Menurut perempuan kelahiran Nigeria tersebut, anggota WTO terpecah karena masalah pelonggaran aturan WTO tentang kekayaan intelektual yang bertujuan memberi kesempatan lebih banyak produsen obat untuk memiliki vaksin.

Persoalan tersebut dicetuskan India, Afrika Selatan, dan puluhan negara miskin yang ingin secara bebas meniru vaksin yang ada saat ini. Negara-negara kaya menolak gagasan tersebut meskipun pemerintahan Joe Biden mengisyaratkan sedang mempertimbangkan rencana tersebut.

Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa sebelumnya mendeskripsikan penimbunan vaksin dan penolakan pembagian cetak biru pembuatan vaksin secara bebas sebagai sebuah perilaku 'apartheid vaksin' yang diskriminatif.

Okonjo-Iweala mengatakan bahwa fokus saat ini adalah peningkatan kapasitas produksi vaksin. Adapun usulan pengabaian terhadap TRIPs (Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights) dapat dilakukan di waktu mendatang.

India dan Afrika Selatan pada 2 Oktober 2020 mendesak WTO untuk sementara waktu membekukan TRIPs berupa kewajiban melindungi hak kekayaan intelektual terkait pencegahan, penahanan, atau pengobatan Covid-19. Usulan tersebut kemudian didukung oleh 100 negara berkembang yang tergabung di WTO. Harapan mereka, proposal tersebut dapat memberikan akses serta keterjangkauan lebih luas untuk obat-obatan dan peralatan esensial.

Sebelumnya, negara-negara berkembang harus menunggu selama satu dekade untuk bisa mendapatkan obat anti-HIV. Kondisi tersebut tentu tidak boleh terjadi lagi.

"Ada ketidakadilan yang benar-benar tidak bisa diterima terkait akses vaksin. Bayangkan, 10 negara telah 'menghabiskan' 70 persen dosis vaksin di dunia sementara ada negara yang tidak memiliki satu pun dosis tunggal vaksin Covid-19," ujar Okonjo-Iweala.

Seperti diketahui, banyak negara maju yang dikritik telah memulai vaksinasi beberapa bulan lalu dengan membeli atau memesan lebih banyak vaksin dari yang mereka butuhkan.

Salah satunya adalah Inggris yang telah memesan 400 juta dosis vaksin dan dipastikan akan banyak sisanya. Inggris mengatakan siap menyumbangkan sebagian besar kelebihan stok vaksin tersebut ke negara-negara miskin.

WHO pada Januari 2021 menyebutkan bahwa lebih dari 39 juta vaksin telah diberikan ke 49 negara kaya sedangkan 1 negara miskin hanya memperoleh 25 dosis.

 

 

 

 

 

 




Rakerkesnas 2024, Presiden: Indonesia Harus Bisa Manfaatkan Bonus Demografi

Sebelumnya

Tak Lagi Berstatus Ibu Kota, Jakarta Siap Melesat Jadi Pusat Perdagangan Dunia

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel News