KOMENTAR

WABAH pandemi corona menghantam sendi-sendi perekonomian dunia. Krisis ekonomi mulai terasa. Tak sedikit pengusaha yang kebingungan bagaimana menggaji karyawan di tengah merosotnya omset perusahaan. Pengelola mal, jangan ditanya berapa banyak kerugian mereka akibat corona.

Pun dengan industri pariwisata yang sedang digenjot pemerintah, para pelaku bisnis di dalamnya merana.

Atau, tak perlu jauh-jauh, kita melihat di sekitar kita bagaimana para pengemudi ojek online kehilangan banyak penumpang karena instruksi work from home. Mata pencaharian yang sebelumnya menjadi primadona itu kini dijalani dengan was-was.

Tak ada yang bisa kita lakukan selain tetap memelihara ikhtiar. Karena Sang Pencipta senantiasa menciptakan jalan bagi hamba-hambaNya yang tak kenal menyerah.

Rezeki yang kita perolah adalah takdir terbaik kita. Hal itu mungkin belum kita sadari. Besar dan luasnya rezeki sudah menjadi ketetapan Allah. Karena itulah, diperlukan keimanan yang kuat untuk bisa mengimani takdir Allah. Mengimani bahwa setiap rezeki yang berhasil kita jemput merupakan qadarullah.

Setiap manusia telah ditetapkan ukuran rezekinya oleh Allah. Maka adalah sebuah keharusan untuk berbaik sangka kepada Allah, sambil terus menumbuhkan ikhtiar terbaik kita dalam menjemput rezeki.

Adalah takdir Allah jika kehidupan kita semakin hari semakin membaik. Tahun demi tahun Allah melimpahkan rezeki yang bertambah dan bertambah. Terlebih lagi jika sedekah dan amal jariyah juga kian banyak seiring rezeki yang kian banyak datang untuk kita. Rezeki akan mengucur semakin deras.

Setali tiga uang, takdir Allah pulalah jika rezeki kita kini terasa berkurang dan terasa kurang lapang. Namun bukan lantas kita mengutuk nasib. Menyalahkan ketentuan Sang Khalik. Lalu berburuk sangka dengan menjalankan hal-hal yang tidak mencerminkan keyakinan kita kepada Allah. Misalnya saja dengan mendekati riba demi mendapat rezeki berlimpah atau berbuat curang.

Dengan meyakini bahwa rezeki adalah qadarullah, kita akan terpacu tanpa melebihi batas. Kita dapat legowo melihat kesuksesan orang lain tanpa menjadi rendah diri. Bila apa yang kita peroleh tidak segemerlap yang orang lain dapat, kita tidak merasa malu.

Semua terasa cukup karena kita yakin Allah yang mencukupkan. Dan ukuran Allah ini sudah pasti tepat, tidak meleset seperti ukuran yang ditetapkan manusia.

Bukankah kita kerap mensyaratkan puluhan juta rupiah setiap bulan untuk bisa merasa cukup?

Bagaimana mungkin angka yang tidak mencapai puluhan juta bisa membuat kita merasa cukup?

Karena di dalamnya ada keberkahan. Keberkahan akan melapangkan. Keberkahan pasti mencukupkan. Karena ternyata, ada rezeki-rezeki dalam bentuk lain yang menghampiri kita hingga kita tidak kekurangan, meskipun angka yang kita peroleh tidak mutlak puluhan juta rupiah.

“Teori” rezeki halalal thayibban yang barakah ini tidak bisa disangkal. Valid dan terbukti nyata.

“Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya; Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan hamba-hambaNya.” (QS. Al Isra” 30)

Yuk, buktikan.

Bagi kita yang sedang diuji dalam urusan rezeki, tetap yakinlah bahwa rezeki kita adalah takdir terbaik kita. Kita, makhlukNya, sejatinya adalah pelaku ikhtiar. Maka janganlah kita mengendurkan ikhtiar. Akan ada lebih banyak pintu rezeki yang siap terbuka jika kita berusaha membukanya dengan seizin Allah.

 




Ketika Maksiat dan Dosa Menjauhkan Kita dari Qiyamul Lail

Sebelumnya

Karena Rasulullah Tak Pernah Melupakan Kebaikan Orang Lain

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur