Ilustrasi remaja muslim yang tangguh/Net
Ilustrasi remaja muslim yang tangguh/Net
KOMENTAR

PERILAKU menyimpang pada Generasi Z (Gen Z), kian meresahkan. Sedang menjadi tren di Bali, sebanyak 49 anak menyayat tubuhnya sendiri. Mirisnya, di antara mereka mengaku melakukan penyayatan berulang kali dan seluruh pelaku adalah remaja-remaja putri.

Menyayat diri sendiri atau dikenal dengan self harm, sebenarnya bukan aksi baru. Beberapa remaja terdahulu pun sering melakukannya. Tapi, karena ini dilakukan oleh puluhan remaja dan di Bali, yang notabene adalah kota yang banyak mendapat sorotan, jadilah besar seperti sekarang.

Namun apapun itu, orang tua wajib menaruh perhatian penuh dan serius terhadap perilaku menyimpang ini. Tidak boleh tidak!

Sebuah analisa mengungkapkan, tren self harm terjadi lantaran pengaruh besar dari media sosial. Alasan lain, anak-anak perempuan itu memiliki latar belakang keluarga yang tidak utuh, atau memang memiliki masalah keluarga.

Berkaca dari keluarga Rasulullah Saw, siapa bilang tidak pernah ditimpa masalah. Setiap kekerasan yang menimpa Nabi Muhammad Saw selalu merembet kepada putrinya terkasih, Fatimah. 

Saat Rasulullah bersujud di hadapan Ka'bah, orang-orang musyrik menaruh kotoran hewan di kuduk beliau, sehingga Rasulullah kesulitan bangkit. Orang-orang itu menertawakan, menghina, dan mencaci-maki.

Datanglah Fatimah, yang kemudian membersihkan kuduk ayahandanya, sehingga beliau dapat menuntaskan shalatnya. Fatimah menangis melihat demikian keji perlakuan kaum musyrikin.

Nabi Muhammad tidak membiarkan kekerasan dari musyrikin Mekkah itu merusak mental anak perempuannya. Beliau membesarkan hati Fatimah dengan kalimat menghibur dan juga memuliakan putrinya dengan julukan Ummu Abiha atau ibu dari ayahandanya. Rasulullah membesarkan jiwa putri kecilnya dengan sikap yang menyentuh.

Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya Meraih Cinta Ilahi (2008: 405-406) menjelaskan, duka Fatimah terasa pada kalbu ayahnya. Nabi Saw sangat merasakan besarnya kepedihan Sang Putri. Ia berusaha meringankan kepedihan itu. Ia ingin menanamkan keteguhan dan ketegaran dalam jantung kekasihnya. Ia menjulurkan tangannya yang mulia. 

Ia meletakkannya di atas kepalanya, menyentuhnya dengan lembut dan penuh kasih seraya berkata, “Jangan menangis, anakku. Tuhan akan membela ayahmu dari musuh-musuh agama dan risalah!" Lihatlah, bagaimana sentuhan kasih sayang tidak dipisahkan dari nilai-nilai yang agung.

Masalah keluarga dapat muncul dalam berbagai wujud, oleh sebab itu penting bagi anak memahami makna kehidupan. Anak-anak dibimbing agar memiliki jati diri yang kokoh dan tidak terpengaruh oleh hal-hal negatif.

Sekiranya putri Rasulullah terlalu tinggi levelnya, maka ada anak perempuan bernama Asma binti Abu Bakar. Bukan ayahandanya, Asma sendiri yang mengalami langsung kekerasan. 

Pihak musyrikin Quraisy mengirim banyak algojo, hendak membunuh Nabi Muhammad yang diam-diam pergi berhijrah. Mereka tidak menemukan Nabi di rumah Abu Bakar, dan hanya ada seorang anak perempuan.

Mereka memaksa, tetapi Asma tutup mulut tentang keberadaan ayahnya Abu Bakar dan Nabi Muhammad. Akhirnya, Abu Jahal naik pitam dan menamparnya. Saking kerasnya tamparan itu, anting di telinga Asma sampai terlepas jatuh.

Apakah Asma trauma? 

Tidak! Anak perempuan itu diam-diam mengantarkan perbekalan makanan dan minuman kepada Rasulullah dan Abu Bakar yang bersembunyi di gua Tsur. Nabi Muhammad memujinya dengan julukan perempuan yang memiliki dua sabuk. Sebab sabuknya dibelah dua lalu dijadikan pengikat bekal makanan Rasulullah.

Jadi, anak-anak memerlukan bimbingan untuk menemukan jati diri, sehingga tidak terpengaruh dengan tren-tren negatif yang berkembang. Anak-anak juga perlu memiliki kepribadian yang kokoh, sehingga memiliki ketangguhan dalam menghadapi masalah.

Menarik apa yang diungkap Triantoro Safaria pada bukunya Terapi Kognitif Untuk Anak (2021: 65). Recurrent deliberate self-harm (perilaku menyakiti diri sendiri) secara umum terjadi di masa remaja awal dan berkolerasi erat dengan bunuh diri.

Prevalensi kasus ini berkisar antara 7,5%-8% untuk praremaja dan meningkat menjadi 12%-23% pada masa remaja. Perilaku menyakiti diri sendiri ini muncul dalam bentuk mulai dari membenturkan kepala (biasa terjadi pada anak) hingga secara sadar memotong/melukai atau meracuni diri sendiri.

Dengan demikian, saat anak-anak memasuki usia praremaja dan juga masa remaja, maka orang tua perlu mencermati perkembangan mereka. Penting sekali memberikan lingkungan yang positif, sehingga mereka terjauh dari tren-tren negative.




Hubbu Syahwat

Sebelumnya

Bukankah Aku Ini Tuhanmu?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur