Membaca Al-Qur'an/Net
Membaca Al-Qur'an/Net
KOMENTAR

SEBUAH vidio alunan bacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an kini viral karena diiringi musik. Beberapa pihak geram, tidak sedikit yang melontarkan kecaman. Orang-orang tidak terima bacaan Al-Qur’an dipadupadankan dengan alunan musik, yang dipandang tidak selevel dengan kitab suci.

Pihak yang pro ternyata juga ada. Mereka malah memandang ini bagian dari cara mendakwahkan Islam dengan keindahan. Islam bukan agama amarah, Islam itu indah. Dan keindahan tidak terlepas dari yang namanya seni, termasuk seni musik.

Kalau niatnya baik, mengapa pula sampai memantik amarah?

Viralnya vidio bacaan Al-Qur’an berikut pro kontra yang menyertainya, mari kita lihat dalam bingkai positif. Pihak yang kontra patut dipuja, karena mereka istikamah menjaga kemurnian dan kesucian Al-Qur’an. Pihak inilah yang tegak di atas kaidah-kaidah agama dalam memelihara kitab suci.

Pihak yang pro atau bahkan pelaku vidio viral itu pun ada sisi positifnya, yakni memiliki atensi terhadap kitab suci. Jangan-jangan pihak yang marah itu malah jarang atau sudah lama tidak mengaji. Makanya, pihak yang memadukan musik dalam bacaan ayat-ayat suci sudah punya suatu kelebihan, yakni kecintaan terhadap Al-Qur’an. Insyallah!

Kendati Islam sangat mendukung perkembangan dunia seni, bahkan bacaan tilawah Al-Qur’an itu sendiri memakai seni atau irama nan indah, itu bukan berarti kita tidak menaati rambu-rambu yang ditentukan agama. Kecintaan terhadap Al-Qur’an jangan sampai malah dengan menempuh cara yang menodai kesucian kitab suci.

Tim Komisi Pembinaan Seni dan Budaya Majelis Ulama Indonesia dalam bukunya Prinsip dan Panduan Umum Seni Islami (2021: 75-76) menerangkan, hampir menjadi kesepakatan para ulama dengan tidak membenarkan bacaan Al-Qur’an dalam redaksi aslinya yang diiringi dengan musik. Musikalisasi puisi dan syair-syair mungkin masih bisa dibenarkan dan dijadikan sarana dakwah. Namun, khusus Al-Qur’an, sepertinya menjadi final untuk dijaga kemurniannya tanpa iringan musik.

Berbeda dengan konten ayat yang berupa terjemahan maknanya, hal tersebut dibolehkan selama memenuhi syarat dan tidak bertentangan dengan syariat.

Pada 1983 Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa terkait dengan nyanyian yang menggunakan terjemahan ayat-ayat suci Al-Qur’an.  Berdasarkan pertimbangan bahwa semakin banyak grup musik yang membawakan lagu yang syairnya diambil dari terjemahan ayat-ayat suci Al-Qur’an, dan diperbolehkannya berdakwah di jalur seni, maka MUI mengeluarkan fatwa nomor 8 pada 3 Desember 1983, yang isinya boleh menyanyikan/melagukan terjemahan Al-Qur’an, karena terjemahan Al-Qur’an tidak termasuk hukum Al-Qur’an.

Dengan adanya penjelasan di atas, maka ditemukan pula solusi dari vidio musikalisasi bacaan ayat-ayat Al-Qur’an tersebut. Para seniman yang jago bermusik itu, tidak perlu memadamkan ghirah (semangat) keislaman mereka, karena Islam juga memperbolehkan dakwah melalui jalur seni.

Bukankah di antara Wali Songo itu ada yang menyiarkan Islam dengan atraksi seni wayang yang memesona? Caranya mudah, kok. Musik yang bagus itu bisa dipertahankan, tetapi bacaan ayat-ayat Al-Qur’an yang tidak disertakan.

Tapi, kan maunya mendakwahkan kandungan Al-Qur’an yang mau disyiarkan lewat musik. Nah, caranya adalah memainkan musik yang mana liriknya disertakan berupa terjemahan dari ayat-ayat Al-Qur’an. Sekali lagi, pakailah terjemahannya, boleh kok dengan menyebutkan berasal dari surat apa dan ayat ke berapa. Boleh!

Jika tetap ingin membacakan ayat-ayat Al-Qur’an dalam pentas musik itu, masih ada jalan keluarnya. Semuanya diam, menyimak dengan khusyuk, lalu dibacakan ayat-ayat suci Al-Qur’an. Setelahnya, silahkan diperdengarkan musik yang mengiringi terjemahan ayat-ayat tersebut. Seperti sering dilakukan oleh Raja Dangdut Rhoma Irama.

Lagi pula, hakikat ayat-ayat Al-Qur’an itu adalah yang berbahasa Arab. Kalau terjemahan, posisinya hanyalah sekadar terjemahan ayat saja. Cara ini bisamenjadi win-win solution, yang mana dakwah lewat seni berjalan lancar dan kita pun masih mempertahankan kesucian ayat-ayat Al-Qur’an.




Inilah Puasa yang Pahalanya Setara Berpuasa Setahun

Sebelumnya

Saat Itikaf Dilarang Bercampur Suami Istri, Maksudnya Apa?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Fikih