Ilustrasi/Net
Ilustrasi/Net
KOMENTAR

UMMU Mutiah adalah wanita yang akan menjadi penghuni surga pertama kalinya. Hal ini dikatakan Rasulullah SAW ketika putrinya Fatimah Az Zahra bertanya siapakah wanita pertama yang masuk surga.

Siapakah Ummu Mutiah itu? Disebutkan Mutiah adalah seseorang wanita juga seorang istri yang begitu baik, patuh, taat dan menyenangkan pada suaminya.

Memang, tidak banyak dalil yang menjelaskan tentang Mutiah ini. Meski begitu, kita perlu mengambil hikmah dari kisah wanita ini dan bisa mengambil pelajaran berharga dari kisah ini. Dikutip dari laman islam-n-muslim.blogspot.co.id, berikut kisahnya.

“Ya, Rasulullah, beritahu padaku siapa wanita yang beruntung masuk surga untuk pertama kali selain Ummul Mukminin?" Fatimah bertanya kepada ayahnya, Rasulullah SAW.

Ummul Mukminin sendiri merupakan wanita-wanita yang telah dijamin masuk surga. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah, “Pemuka wanita ahli surga ada empat. Ia adalah Maryam binti Imran, Fatimah binti Rasulullah SAW, Khadijah binti Khawailid dan Asiyah.” (HR. Hakim dan Muslim).

Mendengar pertanyaan putrinya ini, Rasul pun menjawab bahwa wanita pertama yang masuk surga adalah seorang wanita mulia yang tinggal di pinggiran kota Madinah pada masanya. Wanita tersebut bernama Mutiah. Kepada Fatimah Rasulullah mengatakan, “Wahai Fatimah, jika engkau ingin mengetahui wanita pertama yang masuk surga selain Ummul Mukminin, ia adalah Ummu Mutiah.”

Fatimah penasaran karena ia tak mengenal sosok Mutiah. Rasa penasaran ini juga muncul karena ia menyadari bahwa ternyata bukan dirinya yang masuk surga untuk pertama kali. Padahal, selama ini ia telah menjalankan ibadahnya dengan baik, patuh pada suaminya, Ali bin Abi Thalib dan ia juga merupakan putri dari Rasulullah Muhammad SAW.

Fatimah kemudian berkunjung ke rumah Mutiah. Diketuklah pintu rumah itu sembari mengucap salam. Dari dalam rumah terdengar suara, “Siapakah yang ada di luar tersebut?” Fatimah menjawab, “Aku Fatimah, putri Rasulullah.”
Mendengar jawaban Fatimah, Mutiah tidak lantas membuka pintu. Selanjutnya ia bertanya, “Ada keperluan apa”. Fatimah kembali menjawab, “Hendak bersilaturakhim saja.”

Dari dalam rumah Mutiah kembali bertanya, “Kamu datang seorang diri atau bersama dengan orang lain?”. “Aku bersama putraku Hasan,” jawab Fatimah.
Mengetahui Fatimah bersama Hasan, Mutiah lantas mengatakan, “Maaf, aku tidak bisa membukakan pintu untukmu. Aku belum minta izin pada suamiku akan kedatangan tamu laki-laki di rumahku. Sebaiknya kamu pulang dan kembali esok hari. Aku akan meminta izin kau bersama Hasan saat datang kemari.”

Mendengar pernyataan Mutiah, Fatimah pun berkata dengan sabar, “Tapi Hasan adalah anakku. Ia juga masih kecil.”

“Walau anak-anak, Hasan tetaplah lelaki. Kembalilah esok hari saat aku sudah meminta izin dari suamiku untuknya,” ungkap Mutiah.

Masih penasaran dengan sosok Mutiah dan amalan yang dilakukannya, keesokkan hari Fatimah kembali berkunjung ke rumah Mutiah. Pintu rumah wanita tersebut kembali diketuk disusul dengan salam. Sayang, hari itu Fatimah kembali ditolak bertamu oleh Mutiah. Penolakan ini tentu bukan tanpa alasan. Fatimah hari itu datang bersama kedua anaknya, Hasan dan Husein.

Mendengar Fatimah bersama satu orang laki-laki lain yang belum dimintakan izin kepada suami, Mutiah lantas menolak kedatangan Fatimah dan menyuruhnya datang kembali hari esoknya.

Di hari ketiga, Fatimah berkunjung ke rumah Mutiah saat sore hari. Akhirnya, ia pun bisa diterima dengan baik dan diizinkan masuk oleh Mutiah. Alangkah terkejutnya Fatimah melihat sopan santun dan kepatuhan Mutiah pada sang suami.
Saat itu, Mutiah juga sedang mengenakan pakaian terbaiknya dengan aroma tubuh yang wangi. Wanita tersebut mengatakan ia akan menyambut kedatangan suami yang sebentar lagi akan pulang dari kerja. Rumahnya yang sederhana juga terlihat sangat bersih dan nyaman.

Kekaguman Fatimah tidak berakhir sampai di situ saja, putri Rasulullah ini juga terkagum di hari keempat saat ia kembali berkunjung ke rumah Mutiah saat suaminya sudah pulang dari kerja. Mutiah begitu peduli pada suaminya. Ia telah menyiapkan air mandi untuk sang suami, pakaian ganti dan makanan yang ia masak sendiri di meja makan. Saat sang suami telah sampai rumah, Mutiah menemaninya pergi ke kamar mandi dan membantu sang suami membersihkan tubuhnya.

Selesai mandi, Mutiah menemani suaminya makan. Saat makan inilah, Fatimah kembali dibuat kagum oleh Mutiah. Di samping suaminya yang sedang makan, Mutiah membawa sebuah cambuk. Ia lantas mengatakan pada suaminya untuk memakai cambuk tersebut untuk memukul tubuhnya jika saja masakan yang ia buat tidak disukai oleh suaminya. Mengetahui apa yang dilakukan Mutiah, Fatimah pun menangis haru sekaligus bahagia. Ia akhirnya bisa belajar banyak tentang sebagaimana mestinya menjadi seorang istri yang shalihah.

Pada diri Mutiah, Fatimah akhirnya tahu bahwa seorang istri shalihah dan taat serta selalu mengharap ridho suami adalah seorang wanita yang pantas memasuki pintu surga terlebih dahulu. Hai, para muslimah, tentunya ada banyak hal yang bisa kita ambil dari kisah ini. Dan hal yang terpenting adalah bagaimana semestinya istri yang baik berlaku pada suaminya.




Menyikapi Toxic People Sesuai Anjuran Al-Qur’an

Sebelumnya

Ketika Maksiat dan Dosa Menjauhkan Kita dari Qiyamul Lail

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Tadabbur