Ilustrasi/Net
Ilustrasi/Net
KOMENTAR

TIDAK satu pun yang dapat mengharamkan cinta, karena cinta bukanlah buatan manusia. Sesungguhnya Tuhan yang menciptakan cinta yang dengannya manusia dapat mensyukuri nikmat kehidupan bahkan kematian. Seandainya cinta ciptaan manusia, kenapa seorang suami tidak jatuh cinta dengan artis sinetron di televisi saja? Mengapa suami itu bahagia merayakan cinta dengan seorang istri yang secara fisik sudah tidak lagi menarik? Karena sang suami itu tidak dapat menciptakan rasa cinta tetapi berhasil merasakan anugerah cinta itu.

Bisakah kita menentukan kepada siapa jatuh cinta? Ah, ternyata manusia tidak sehebat itu. Kejadiannya cinta itu hadir di hati dan kita menerimanya dalam suka maupun duka. Cinta itu dihadirkan Tuhan sebagai karunia yang mau tidak mau harus diterima. Selain menciptakannya, Tuhan juga menciptakan wadah menyemaikan cinta yaitu bingkai pernikahan.

Anugerah Ilahi

Tiga detik. Ya, hanya tiga detik saja. Dalam tempo yang sangat singkat itu Tio (nama samaran) langsung jatuh cinta dan melamar Novi dan anehnya Novi langsung pula menerimanya. Cinta macam apakah itu yang prosesnya tiga detik saja? Sepuluh tahun kemudian rumah tangga mereka masih ceria dengan tiga putera puteri yang lucu. Tapi apa maksudnya tiga detik?

Di sore yang terik itu kepala Tio diamuk pusing tujuh keliling. Dia pun memutuskan jalan-jalan ke luar rumah. Tiba-tiba seorang gadis gemuk menyapanya, dan terjadilah percakapan singkat dengan adik kelas semasa SMA itu. Ada seorang gadis lagi yang tiba-tiba sembunyi di balik tubuh temannya yang besar itu. Hanya tiga detik Tio punya waktu melihatnya dan langsung di waktu itu pula secara mengejutkan Tio melamar Novi menjadi istrinya.

Persitiwa yang lebih dramatis dari drama Korea itu berujung manis, dua-duanya tersipu-sipu di pelaminan, walau hanya bermodalkan tiga detik memandang tanpa mengenal sebelumnya sama sekali. Wajar bila orang-orang dilanda kebingungan, bahkan orangtuanya sendiri pun tidak yakin dan mengira dua insan itu sudah berkenalan berbilang tahun. Baik Tio maupun Novi tak kalah bingungnya dengan sejarah cinta super ajaib. Mau bagaimana lagi memang begitu kejadiannya? Inilah salah satu keajaiban cinta yang dalam nalar manusia biasa jurtu berpotensi menimbulkan bencana. Wajar pula banyak pihak mengecam keputusan menikah lewat perjumpaan kilat.

Toh, dengan modal perkenalan super singkat mereka dapat membina kelarga yang sakinah. Tio maupun Novi happy-happy saja. Awal-awal pernikahan yang sempat dikhawatirkan malah tidak diterpa badai cekcok. Justru dalam pernikahan mereka saling memahami karakter pasangan melalui cara terindah. Jadi, tanpa mau ambil pusing suami istri itu sepakat memandang cinta mereka merupakan angerah Tuhan. Dan mereka mensyukurinya dengan ikhlas.

Bisa Tumbuh

May (nama rekaan) sudah berbilang tahun gigih menolak. Namun teman-teman di kantor tidak kunjung menyerah dan terus meyakinkan bahwa Pras (nama samaran) merupakan sosok yang cocok dijadikan suami. Sementara Pras juga tidak dalam posisi menerima atau menolak. Dia lebih banyak diam dan mencoba memahami perkembangan situasi. Sedangkan teman-teman sekantor semakin agresif meyakinkan kedua belah pihak.

Seiring dengan bertambahnya jumlah usia, baik May maupun Pras berusaha realistis. Cinta belum ada. Namun May memandang Pras lelaki yang baik, begitu juga Pras melihat May juga baik. Maka dari urusan lamaran, acara ijab kabul, pesta pernikahan sampai rumah kontrakan teman-teman kantor yang pontang panting, karena May maupun Pras masih kebingungan cinta apa yang menjadi modal pernikahan.

Kini dua insan itu sudah dikauniai dua anak yang cantik. May berubah menjadi lebih ceria dan Pras lebih banyak tertawa tidak seperti dulu yang cenderung berdiam diri saja. Bagaimana dengan cinta? Keduanya sepakat bahwa cinta dapat ditumbuhkan. Setiap manusia memiliki hati, yang dapat mencintai orang yang baik pula hatinya. Bukankah secara naluriah kita menyukai orang yang baik? Tatkala menikah dengan pasangan yang baik tidak akan susah bagi hati kita untuk belajar mencintainya. Hati yang baik merupakan ladang subur bagi cinta nan suci.

Tak perlu khawatir bila cinta belum hadir, karena cinta dapat ditumbuhkan melalui karunia Tuhan. Sebagaimana dicantumkan pada surat Ar-Rum ayat 21, yang artinya, “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”

Tuhan menumbuhkan cinta melalui tahapan terindah, dimana kita bisa saling belajar dan saling berusaha menjadi yang terbaik. Makanya dalam agama, dari empat kriteria mencari jodoh, hendaknya kita mendahulukan kriteria agama. Atas dasar agama itulah tidak akan sulit mencintai orang yang baik dan akan lebih mudah mencintai orang yang mencintai Allah.

Berujung Permusuhan

Sebetulnya cinta berujung permusuhan sudah jamak terlihat dalam keseharian. Sepasang kekasih yang dulunya mabuk kepayang akhirnya putus hubungan lalu bermusuhan, saling benci padahal dulunya sayang sekali. Banyak cinta yang dimulai dengan baik tetapi sedikit yang dapat mengakhiri dengan baik pula.

Penghujung cinta yang paling malang itu, tatkala suami istri berpisah dengan permusuhan yang merusak hati. Padahal dulunya cinta bersemi indah di dalam keluarga. Tetapi kematangan jiwa yang tak kunjung terpenuhi membuat persoalan kecil menjadi besar, masalah ringan terasa berat dan akhirnya permusuhan itu tak terelakkan. Dan ada yang lebih buruk tatkala sepasang insan yang saling mencintai itu akhirnya bermusuhan di akhirat.

Jangan sampai kisah cinta dalam keluarga kita berujung permusuhan di akhirat. Sebab akhirat adalah kehidupan yang hakiki, bahkan abadi. Bayangkan betapa beratnya beban permusuhan cinta itu jika berlangsung abadi di negeri akhirat. Oleh sebab itu, semailah cinta suci dalam keluarga yang berlandaskan keimanan kepada Allah. Tanpa iman niscaya mustahil mempertahankan cinta.

Suami atau istri bukanlah manusia sempurna, banyak sekali cacat celanya. Kita tidak akan sanggup mempertahankan pernikahan jika mengandalkan cinta biasa. Cinta yang berlandaskan keimanan dapat menyelamatkan keluarga dari petaka. Iman itu luar biasa tangguhnya, maka cinta yang berlandaskan iman akan terus tegar menyambut hantaman gelombang kehidupan.

Seiring bergulirnya waktu, cinta yang dulu terlihat amat indah semakin memudar. Lambat laun cacat cela pasangan tampak jelas. Lalu apa lagi yang dapat membuat kita mempertahankan keluarga? Ya, cinta yang berlandaskan keimanan. Karena inilah yang akan terus menyadarkan suami istri bahwa pernikahan bukan sekadar perkara dicintai atau menyintai melainkan wujud tanggung jawab kepada Allah Swt.




Ketika Maksiat dan Dosa Menjauhkan Kita dari Qiyamul Lail

Sebelumnya

Karena Rasulullah Tak Pernah Melupakan Kebaikan Orang Lain

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur