KOMENTAR

KETIKA berada di Mumbai, India, kebetulan kami berkesempatan menyaksikan  penyelenggaraan Festival Ganesha.

Seluruh penjuru kota Mumbai mulai dari lobi hotel termewah sampai lorong kampung terkumuh semarak gemerlap berhias diri dengan patung serta aksesori dengan bentuk dewa berkepala gajah dan berperut buncit itu. Bahkan ada pasar khusus menjual pernak-pernik berwujud Ganesha.

Di India, Ganesha sangat popular akibat dipuja rangkap sebagai Dewa Pengetahuan, Dewa Kecerdasan, Dewa Pelindung, Dewa Penolak Bencana sekaligus juga Dewa Kebijaksanaan.

Relief, lukisan dan patung Ganesha banyak ditemukan di  bukan hanya di India namun juga di Nepal, Tibet sampai ke Indonesia. Logo lambang Institut Teknologi Bandung adalah Ganesha.

Nilarudraka

Banyak versi kisah tentang asal usul Ganesha. Di naskah ini saya memilih  versi Wayang Purwa di mana Ganesha disebut sebagai Batara Ganapati.

Alkisah para dewa panik karena Prabu Nilarudraka menyerbu Kahyangan Jonggringsalaka. Batara Guru mengajak Dewi Parwati menyaksikan para dewa mempersiapkan pasukan di alun-alun Kahyangan Jonggringsalaka.

Pada saat melihat gajah yang dikendarai Batara Indra, Dewi Parwati menjerit ngeri. Gajah tersebut bernama Gajah Erawata yang berukuran sangat besar, membuat Dewi Parwati ketakutan dan janin di dalam rahimnya ikut berontak.

Melihat situasi kurang kondusif itu, Batara Guru menggunakan kesaktiannya untuk membantu sang istri melahirkan sebelum waktunya.  Akhirnya, lahirlah seorang bayi laki-laki berkepala gajah.

Para dewa terheran-heran, namun mereka berharap bayi berwujud aneh inilah yang bisa mengalahkan musuh sesuai ramalan Sanghyang Wenang.

Batara Guru kemudian menyiram putranya yang berkepala gajah itu dengan Tirtamarta Kamandanu. Secara ajaib, bayi berkepala gajah tersebut langsung berubah menjadi dewasa dan diberi nama Batara Ganapati.

Nilarudraka

Di perkemahan pasukan Glugutinatar, Prabu Nilarudraka sedang menyusun rencana penyerbuan bersama Patih Senarudraka. Tiba-tiba mereka mendengar pasukan dewata telah membuka gerbang Kori Selamatangkep dan melakukan serangan balasan dengan dipimpin seorang dewa yang baru lahir bernama Batara Ganapati.

Patih Senarudraka maju menghadapi Batara Ganapati. Begitu berhadap-hadapan, Patih Senarudraka tertawa geli melihat ada seorang dewa berperut buncit dan berkepala gajah. Sungguh ajaib, gara-gara menertawakan wujud Batara Ganapati, seketika seluruh tubuh Patih Senarudraka pun berubah menjadi seekor gajah.

Ia sangat menyesal mengetahui kesaktian Batara Ganapati maka menyatakan tunduk kepadanya. Melihat patihnya berubah menjadi gajah dan menyerah kepada musuh, Prabu Nilarudraka sangat murka maka maju menyerang Batara Ganapati.

Pertempuran sengit pun terjadi. Kedua pihak sama-sama kuat dan sama-sama sakti.

Taring

Prabu Nilarudraka ternyata benar-benar perkasa sehingga tidak ada satu pun senjata yang mampu melukai kulitnya. Akan tetapi, akhirnya Batara Ganapati berhasil mematahkan kedua taring Prabu Nilarudraka dan menusukkannya ke leher raja raksasa tersebut. Begitu tertusuk taringnya sendiri, Prabu Nilarudraka langsung roboh tewas.

Sementara itu, Patih Senarudraka yang kini berwujud gajah menyatakan sumpah setia kepada Batara Guru. Ia mendapatkan nama baru, yaitu Gajah Sena, dan ditugaskan sebagai hewan tunggangan Batara Bayu.

Batara Guru di Kahyangan Jonggringsalaka bersama para dewa bersuka cita karena musuh telah berhasil dihancurkan.

Kerajaan Glugutinatar milik Prabu Nilarudraka diubah menjadi kahyangan domisili Batara Ganapati.  Sejak itu Batara Ganapati alias Ganesha memperoleh posisi terhormat di antara para dewa di kahyangan.

Penulis adalah pembelajar kebudayaan dunia.




Viral, Seorang Terapis Diduga Lakukan Kekerasan kepada Anak Penyandang Autisme

Sebelumnya

Menggratiskan Tes PCR Pasti Mampu Jika Mau

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Jaya Suprana