Makam al Syekh Yusuf bin Abdullah al Jawi al Makassary
Makam al Syekh Yusuf bin Abdullah al Jawi al Makassary
KOMENTAR

NASKAH al Syekh Yusuf bin Abdullah al Jawi al Makassary yang dimuat Kantor Berita RMOL 29 Mei 2019 memperoleh tanggapan sahabat merangkap mahaguru ilmu politik saya, Dr. Andi Malarangeng.

Ternyata mas Andi keturunan Syekh Yusuf dari pihak ibunda beliau. Mas Andi mengingatkan saya tentang fakta bahwa Syekh Yusuf merupakan Pahlawan Nasional Indonesia sekaligus juga Pahlawan Nasional Afrika Selatan yang menginspirasi Nelson Mandela memerdekakan bangsanya.

Juga fakta sejarah bahwa sebelum dibuang ke Afrika Selatan, Syekh Yusuf terlebih dahulu dibuang oleh penjajah ke Sri Lanka yang lebih dekat ke Indonesia.

Penelitian

Pengingatan Dr.Andi Malarangeng dibenarkan oleh atase pendidikan dan kebudayaan KBRI Bangkok, Prof Mustari Mustafa yang juga sahabat merangkap mahaguru saya tentang pemikiran Syekh Yusuf.

Bahkan guru besar ilmu filsafat pada Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, Indonesia ini berbaik hati mengirimkan konsep naskah revisi buku beliau “Agama dan Bayang-Bayang Etis Syekh Yusuf Al-Makassari”.

Buku penelitian tentang pemikiran Syekh Yusuf diawali dengan Kata Pendahuluan yang mengungkap latar belakang penulisan buku komprehensif tersebut sebagai berikut:

Latar Belakang

Masalah utama yang dihadapi masyarakat Islam adalah ketika etika Islam masih dalam tahapan metafisika kontemplatif dan normatif. Hal ini menjadikan banyaknya pertentangan yang disertai dengan klaim-klaim kebenaran (truth claims) dalam kelompok-kelompok Islam sendiri, sehingga mencederai misi agama yang secara historis dikembangkan melalui dakwah Islam etis.

Karena etika religius yang ditawarkan akhir-akhir ini lebih menukik pada aspek doktrinal normatif, maka konsekuensinya, etika religius belum dapat menjawab tantangan riil kehidupan.

Sebagai akibat dari pandangan yang sempit inilah maka masyarakat Islam secara umum berada dalam kemunduran. Membahas tentang etika dalam Islam berarti membahas tentang prinsip pokok dan misi dasar Islam diturunkan ke bumi ini. (Siroj, 2006, 15).

Misi dasar ini kemudian oleh berbagai kalangan khususnya para muballigh menyebutnya dalam berbagai kesempatan, yakni Islam sebagai rahmatan lil-‘alamin.

Obyektifikasi pandangan tersebut di atas berbenturan dengan kenyataan belakangan ini, dimana Islam hampir selalu dihubung-hubungkan dengan segenap aksi anarkis, intimidasi dan pemaksaan kehendak.

Hal ini sangat bertentangan dengan fitrah manusia, yang bagaimana dan kapan pun manusia selalu mendambakan kehidupan yang harmonis, moderat, toleran, dan penuh keseimbangan.

Idealisasi konsep atau misi dasar Islam sesuai fitrah tersebut justru memperkokoh semangat Islam sebagai agama penawar dan solusi atas berbagai sejarah dekadensi moral, sebaliknya tuntutan-tuntutan atas dasar pemaksaan justru mengabaikan dimensi batiniah dan etis Islam itu.

Kierkegaard

Prof. MM sabar maka ramah menjawab pertanyaan saya tentang kenapa beliau menerawang pemikiran Syekh Yusuf dengan menggunakan lensa pemikiran Soren Kierkegaard sebagai berikut:

“Waktu memulai berpikir tentang sepenting apakah saya meneliti dan menulis Syekh Yusuf, saya menemukan jawaban antara lain menawarkan pemikiran tokoh ini di tengah tengah krisis moralitas dan selanjutnya memilih konsep dasar sebagai pendekatan, maka pemikiran Kierkegaard ini lah teori yang saya amati relevan. Sengaja bukan pemikiran tokoh muslim, agar lebih kombinatif.”

Sri Lanka

Selanjutnya saya bertanya mengenai sejauh mana penelitian Prof MM tentang pemikiran Syekh Yusuf ketika beliau berada dalam pengasingan di Sri Lanka. Prof Mustari Mustafa menjawab:

“Karya Syekh Yusuf yang saya temukan dalam riset ini justru lahir pada saat beliau diasingkan di Sri Lanka. Umumnya karya-karya ini lahir sebagai respon atas pertanyaan dan dialog antara Syekh Yusuf dengan orang orang dari Tanah Air Udara yang menemuinya di Sri Lanka termasuk para calon jamaah haji yang singgah sebelum ke Mekkah. Karena itulah maka pihak Belanda memutuskan Syekh Yusuf diasingkan ke lokasi lebih jauh yakni ke Cape Town, Afrika Selatan karena menilai keberadaannya di Sri Lanka masih memberi pengaruh terhadap warga Tanah Air Udara yang pada masa itu masih disebut oleh penjajah sebagai Hindia Belanda.”

Di Cape Town, gelora semangat Syekh Yusuf melawan penjajah yang tak kunjung padam menginspirasi seorang pemuda bernama Nelson Mandella.

Penulis adalah pembelajar sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajahan




Viral, Seorang Terapis Diduga Lakukan Kekerasan kepada Anak Penyandang Autisme

Sebelumnya

Menggratiskan Tes PCR Pasti Mampu Jika Mau

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Jaya Suprana