KOMENTAR

F: Sebenarnya, bagaimana pengaturan guru honorer?

RE: Ada guru yang masih berstatus honorer meskipun telah mengabdi selama 15 tahun. Pada dasarnya, guru honorer ini hadir karena sekolah kekurangan tenaga pengajar. Untuk sekolah-sekolah negeri, ketersediaan guru diatur Pemda dan Pemprov. Sementara di sekolah swasta, budget untuk guru honorer berasal dari yayasan. Yang saya tahu, biasanya budget itu minim sekali. Setiap sekolah seharusnya punya peraturan dan penghormatan terhadap guru, sekalipun statusnya honorer.

F: Terlepas dari permasalahan di atas, apa yang seorang guru harus lakukan agar anak didiknya bisa menjadi siswa yang baik?

RE: Guru itu kan, sosok yang ditiru dan digugu. Artinya, guru itu dilihat oleh anak-anak. Ini berarti guru harus menjadi role model yang mampu menjalankan kehidupannya dengan baik dan benar.

 

F: Seperti apa konkretnya?

RE: Untuk siswa SMP atau SMA, harus ada personal approach dari wali kelas. Wali kelas melakukan pembinaan rutin setiap minggu. Kenali karakter anak yang beragam. Seorang guru harus mempunyai potensi dan kualitas untuk memahami anak didiknya. Dengan ‘kedekatan’ yang terbangun, diharapkan akan lebih mudah untuk memberi masukan sekaligus menanamkan kedisiplinan dan bersikap tegas pada mereka.

F: Bagaimana dengan Bimbingan Konseling (BK)?

RE: Peran BK sangat penting. Guru BK berperan penting karena tidak semua guru dapat melihat siswa dari sisi psikologis. Banyak guru yang menempuh pendidikan di jalur eksakta murni dan tidak belajar ilmu psikologi. Padahal, guru harus mampu ‘menguasai’ kelas.

Dalam Permendikbud No. 15 Tahun 2018 dan Permendikbud No. 111 Tahun 2014, dijelaskan bahwa satu guru BK dapat menangani 150-160 anak dalam satu tahun. Pada realitasnya, jika di satu sekolah hanya ada satu guru BK, maka itu berarti beban kerjanya sangat berat.

F: Selama ini, bagaimana pemerintah memandang urgensi Bimbingan Konseling?

RE: Sejak saya menjadi guru di tahun 2007, saat ini perhatian pemerintah sudah makin baik. Sekolah harus memiliki guru BK untuk bisa mendapat akreditasi. Dulu, banyak guru mata pelajaran yang menjalani peran ganda. Tapi sekarang, sekolah harus punya guru BK.

Namun demikian, jumlah penempatan guru BK di sekolah belum maksimal. Padahal di Universitas Negeri Jakarta misalnya, setiap tahun meluluskan kurang lebih 50 sarjana BK. Seharusnya daya serap untuk posisi guru BK banyak. Di Banten, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa juga sudah ada jurusan BK. Tapi yang saya lihat, jumlah penempatan guru BK di sekolah-sekolah di Banten masih sangat sedikit.

Dari perbincangan di atas, kita melihat bahwa dengan perubahan zaman yang makin dinamis, para insan pendidikan dituntut untuk dapat lebih luwes menghadapi anak-anak didik yang datang dari bermacam pola asuh di rumah mereka. Tantangan lebih berat untuk menciptakan generasi yang mampu berkompetisi di era persaingan bebas saat ini.

Namun, di balik berbagai keluhan dan tuntutan terhadap insitusi pendidikan di tanah air, yang semestinya disadari adalah tanggung jawab terbesar dalam mendidik anak berada di tangan orangtua. Dari orangtualah, nilai-nilai agama, kemanusiaan, dan adab diturunkan kepada anak-anak. Orangtualah yang ‘membungkus’ anak dengan akhlak mulia, agar kelak anak tidak mudah terkontaminasi godaan teman-teman sebaya dan lingkungannya.

Orangtua harus mendukung sekolah menerapkan kedisiplinan dan keteraturan. Sebaliknya, sekolah harus bersikap terbuka dan merangkul orangtua untuk sama-sama mendidik anak secara simultan. Dengan demikian, keinginan setiap orangtua dan guru untuk menciptakan putra-putri yang unggul secara akademik dan karakter dapat terwujud.

Kisah Guru Bergaji 450 Ribu Memaafkan Murid Yang Menghinanya

Di awal Februari 2019, beredar sebuah video viral memperlihatkan seorang siswa SMP merokok di kelas dan menantang gurunya saat ditegur. Siswa berinisial AA (15) itu disebut sang guru, Nur Khalim (30), memang lebih sering melakukan hal-hal buruk di sekolah dibandingkan teman-temannya. Diketahui AA adalah siswa Kelas IX SMP PGRI Wringinanom, Gresik, Jawa Timur.

Meski orangtua AA sudah meminta maaf kepada Nur Khalim dalam rapat internal sekolah bersama Walikelas dan Kepala Sekolah, Kepolisian Sektor Wringinanom kemudian memfasilitasi mediasi antara Nur Khalim dan AA pada 10 Februari 2019. Mediasi tersebut dihadiri para perwakilan sekolah, Yayasan PGRI Gresik, Dinas Pendidikan Gresik, UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), dan Kementerian Sosial.

Mediasi berakhir damai. Sang guru memaafkan AA karena merasa bertanggung jawab atas keberlangsungan pendidikan siswanya tersebut ditambah lagi AA akan segera mengikuti Ujian Nasional untuk menentukan kelulusannya.

Menurut Nur Khalim, ia mengingatkan dirinya untuk tetap sabar karena cita-citanya menjadi guru adalah mendidik para siswa untuk bisa menjadi generasi penerus yang sukses. “Saya mengimbau para guru untuk lebih mendahulukan cara kekeluargaan daripada menggunakan kekerasan menyikapi murid yang datang dari berbagai latar belakang,” ujar Nur Khalim.

Mirisnya, kisah haru nan inspiratif ini datang dari Nur Khalim, guru IPS berstatus guru honorer dengan gaji 450 ribu rupiah. Selama lima tahun mengajar, Nur Khalim selalu berupaya melaksanakan tugasnya dengan profesional. Baginya, guru adalah soal pengabdian.




Seringkali Diabaikan dan Tidak Dianggap, Waspadai Dampak Depresi pada Anak Laki-Laki

Sebelumnya

Anak Remaja Mulai Menjauhi Orang Tua, Kenali dan Pahami Dulu Alasannya

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Parenting