KOMENTAR

RAHMAH Housniati yang lebih dikenal dengan nama Nia Umar merupakan salah seorang perintis Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI). Perempuan multitasking dengan empat anak (usia 13, 9, 3.5, dan 2 bulan) ini aktif sebagai konselor menyusui, penulis buku Multitasking Breasfeading Mama, juga sebagai womanpreneur yang menjalankan bisnis kopi keluarga @gordi.id dan katering makanan sehat @joules.kitchen. Di antara sekian banyak kesibukannya, hobi traveling, membaca, dan yoga menjadi cara perempuan kelahiran Houston, 31 Juli 1978 ini mencintai dirinya sehingga ia pun mampu spread love to others. Tak heran bila keceriaan dan senyum lebar senantiasa menghiasi keseharian Nia seperti yang bisa dilihat di sosial media pribadinya.

F: Seperti apa latar belakang terbentuknya AIMI?

NU: Bermula dari pertemuan saya dengan Fanina Andini di mailing list. Kami sering berdiskusi seputar masalah menyusui. Nina kemudian membuat asiforbaby.blogspot.com, dan saya membuat milisnya asiforbaby@yahoogroups.com. Di sana kami bertemu dengan 22 penggagas AIMI lain. Kami berpikir mengapa tidak membuat versi offline dari kegiatan kami. Hingga akhirnya berdirilah AIMI di tahun 2007. Selama dua periode pertama, AIMI dipimpin Mbak Mia Sutanto. Di term ketiga ini, saya menjabat Ketua Umum.

F: Mengapa AIMI?

NU: Karena kami merasakan susahnya menyusui itu seperti apa. Menyusui terlihat natural, tetapi ternyata prosesnya tidak senatural yang kami bayangkan. Harus ada yang dipelajari, harus mendapat dukungan yang tepat dari pasangan dan keluarga, harus mendapat dukungan dari dokter yang paham manajemen laktasi. Ada banyak faktor. Di situlah kami merasa bahwa dukungan sesama ibu juga sangat penting. Dan itu memang terbukti. Banyak penelitan menunjukkan bahwa dukungan sesama ibu itu sangat tinggi peranannya dalam keberhasilan menyusui.

F: Apa saja kegiatan yang ada di AIMI?

NU: Secara khusus, fokus kegiatan AIMI itu ada tiga yaitu Perlindungan, Promosi, dan Mendukung Menyusui. Secara umum kami fokus di Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA), jadi tidak melulu hanya mengenai menyusui tetapi juga mengedukasi bagaimana pemberian makanan yang benar kepada bayi dan anak. Dari ketiga fokus kegiatan tersebut, kami membuat program kerja melalui divisi-divisi yang ada. Salah satu program unggulan kami adalah workshop bersama ustaz dan ustazah membahas dukungan terhadap ibu menyusui ditinjau dari segi agama.

F: Seperti apa pembagian kerja per divisi?

NU: Divisi komunikasi menghandle media sosial dan berhubungan dengan wartawan. Divisi Hukum dan Advokasi bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan, kepala pemerintahan, serta dinas terkait, untuk memberi perlindungan dan pelaporan pelanggaran terhadap kegiatan menyusui. Divisi Edukasi fokus pada kelas menyusui dan MPASI. Divisi Riset membuat penelitian internal dan memfasilitasi penelitian mahasiswa selama tidak didanai produsen susu formula dan afiliasinya. Divisi Dana Usaha fokus pada fund rising mengingat AIMI adalah organisasi nirlaba. Divisi SDM dan Pengembangan Organisasi mengelola para relawan AIMI dan membuka cabang di berbagai provinsi. Insya Allah di Desember 2018 akan launching cabang ke-17 AIMI di Sumatera Selatan.

F: Bagaimana komitmen para pengurus aktif AIMI selama ini?

NU: Sebagian besar kami adalah ibu rumah tangga dan ibu kerja kantoran. Bisa dikatakan, AIMI bukanlah fokus utama dalam keseharian kami. Namun meski dikerjakan di ‘sisa’ waktu kami, bukan berarti tidak dikerjakan secara profesional. Dan karena AIMI adalah organisasi nirlaba, yang digaji hanya karyawan tetap, satu-dua orang bagian administrasi. Ini adalah bukti nyata komitmen kami terhadap ibu menyusui.

F: Bagaimana dukungan pemerintah terhadap AIMI?

NU: Setiap Kementerian Kesehatan melaksanakan kegiatan berkaitan dengan menyusui, baik di tingkat pusat atau daerah, kami selalu diundang. Teman-teman di daerah juga dilibatkan. Kami melihat respons pemerintah sudah bagus. Mudah-mudahan kemitraan ini dapat terjaga dengan baik. AIMI akan terus memonitor perlindungan terhadap ibu menyusui serta bermitra dengan pemerintah demi kondisi yang lebih layak dan terjamin.

F: Setelah 11 tahun berkiprah, cita-cita apa yang ingin diwujudkan AIMI?

NU: Kami ingin menyentuh semua lapisan masyarakat. Saat ini kami belum bisa merambah semua provinsi di Indonesia dan masih urban sentris. PR terbesar kami adalah membuat program yang lebih bisa dijangkau masyarakat luas hingga ke pelosok. Kami juga akan terus mengadvokasi pemerintah terkait perlindungan kegiatan menyusui yang optimal, mengingat banyak kebijakan tentang ibu menyusui yang masih tumpang-tindih. Salah satunya tentang cuti melahirkan, kami memperjuangkan agar waktu cuti bisa diperpanjang. Vietnam contohnya, cuti melahirkan yang berlaku adalah enam bulan.

F: Mengurus empat anak, menjalankan bisnis, dan mengurus AIMI. Bagaimana mengatur waktu agar semua hal dapat bersinergi?

NU: Memang harus ada supporting system yang baik. Support terbesar adalah dari suami yang mendukung semua kegiatan saya. Ditambah lagi, ada asisten rumah tangga yang membantu. Namun meski ada ART, saya tetap yang mengatur jadwal dan mengarahkan segala sesuatu. Jika bicara kerepotan, saya yakin ibu yang memiliki atau tidak memiliki ART, sama repotnya dengan urusan masing-masing. Kemudian, harus cerdas mengatur waktu karena kita yang tahu batas kemampuan diri kita sendiri. Tapi jangan lupa juga untuk memperhatikan diri sendiri. Inilah yang saya prioritaskan: mencintai diri sendiri agar bisa mencintai orang lain. We have to take care about ourselves untuk bisa peduli dan bisa menjaga orang lain. Kita harus bahagia agar dapat mengasuh anak dengan penuh kasih.

Dengan AIMI, saya merasa punya wadah untuk aktualisasi diri. Tanpa saya sadari, bertemu banyak ibu seperjuangan ternyata memberi energi positif bagi saya. Kumpul, seru-seruan, dan tertawa dengan mereka juga merupakan me time bagi saya. Hal tersebut menjadi bekal yang baik bagi saya dalam menjalani profesi sebagai konselor ASI sejak 2008. Dan keahlian konseling ini ternyata juga sangat bermanfaat diterapkan dalam berkomunikasi dengan suami, anak-anak, mertua, hingga ART. Mereka semua sosok penting dan berjasa dalam kehidupan rumah tangga saya. Untuk memanage semua dengan baik, komunikasi adalah kuncinya.

F: Adakah perbedaan dalam menyusui anak pertama hingga keempat menurut pengalaman pribadi mba Nia?

NU: Perjalanan setiap anak berbeda-beda. Saat kehadiran anak pertama, saya masih aktif bekerja di luar rumah dan buta manajemen laktasi. Masih trial and error. Hari kedua di rumah sakit setelah melahirkan, nangis-nangis saat menyusui. Saat anak usia 8 bulan, saya terkena demam berdarah hingga ASI dicampur susu formula. Pengalaman itu menyadarkan saya bahwa menyusui memang membutuhkan teman untuk mensupport.

Saat anak kedua, saya sudah lebih paham. Terasa lebih mudah, bahkan saya sudah bisa tertawa saat menyusui. Saya memilih memberi ASI perah dalam gelas daripada dot dan ternyata tidak sulit melakukannya. Lalu ketika anak ketiga lahir, saya sudah bekerja dari rumah hingga bebas mengatur waktu. Saya memilih menyusui langsung, eksklusif tanpa memerah. Saya juga melakukan lebih banyak babywearing (menggendong dengan mendekap). Itu yang juga akan saya terapkan kepada adiknya (anak keempat).

F: Menurut Mbak Nia, pengetahuan dasar apa yang wajib dimiliki ibu berkaitan dengan menyusui?

NU: Yang utama, ibu harus membekali diri sebelum melahirkan. Bagaimana mencari dukungan yang tepat terkait menyusui, rumah sakit, dan tenaga kesehatannya. Lalu banyak membaca literatur tentang menyusui, salah satunya dengan ikut gabung di kelas AIMI. Karena ternyata menyusui bagi ibu adalah skill yang perlu dipelajari, berbeda dengan bayi yang lebih bersifat instinctive.

F: Apa tujuan hidup seorang Nia Umar?




Indonesia Siapkan Gender Budget sebagai Tindak Lanjut Agenda CSW-68 New York tentang Pemberdayaan Perempuan & Pengentasan Kemiskinan

Sebelumnya

Nuzul Quran Masjid Al Hidayah: Quran dan Ibu sebagai Petunjuk Awal dan Madrasah Pertama Anak

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Women