ILustrasi
ILustrasi
KOMENTAR

MENYEKOLAHKAN anak di zaman sekarang benar- benar membutuhkan perencanaan matang. Dengan kian banyaknya sekolah, terutama swasta, yang menawarkan berbagai keunggulan, orangtua menjadi super selektif dalam memilih tempat belajar untuk anak. Orangtua rela melakukan survei ke banyak sekolah untuk melihat dan merasakan langsung atmosfer sekolah yang ingin dituju.

Clinical Child Psychologist, Devi Sani Rezki berbagi kiat tentang apa yang harus dipersiapkan orangtua dalam menentukan sekolah terbaik bagi anak.

Ia melihat, kebanyakan orangtua memilih untuk ‘tunduk’ pada keinginan anak saat menentukan sekolah mana yang terbaik . Hal itu dilakukan dengan alasan agar anak senang dan menjalani hari-harinya dengan bahagia. Padahal orangtua memiliki kematangan berpikir yang lebih mumpuni dan memahami batasan ketersediaan biaya untuk kebutuhan sekolah anak.

Ketika anak berada pada usia TK atau SD, orangtua bisa memegang kendali dalam memilih sekolah. Namun ketika anak beranjak usia remaja, SMP dan SMA, ada baiknya orangtua mendengarkan pendapat anak tentang pilihan sekolah mereka. Anak tentu pernah mendengar informasi tentang sekolah yang baik. Info yang didapat anak bisa dikomunikasikan dengan orangtua, dan menjadi kewajiban orangtua untuk melakukan cek-ricek, terkait benar tidaknya info tersebut. Hasil pemikiran orangtua dan anak harus dapat didiskusikan dengan baik agar mendapat hasil yang terbaik bagi anak.

Indikator Sekolah Terbaik Bagi Anak

Apa saja yang harus diperhatikan orangtua dalam memilih sekolah untuk si buah hati? Yang paling utama adalah memperhatikan nilai-nilai kehidupan apa yang ditanamkan oleh sekolah tersebut.

Orangtua harus memastikan apakah nilai-nilai itu adalah apa yang ingin dimiliki oleh anak untuk masa depannya. Nilai-nilai kehidupan ini meliputi konsep hidup, prinsip hidup, dan kepribadian. Apakah memprioritaskan nilai-nilai akademik atau memberi porsi lebih besar pada nilai non-akademik yang berkaitan dengan pembentukan karakter dan bakat.

Yang kedua sudah pasti adalah biaya. Orangtua harus menakar kemampuan nansialnya. Jangan sampai memaksakan diri memasukkan anak ke sekolah anak demi prestise, lantas mengakibatkan lebih besar pasak daripada tiang. Penting diingat, sekolah mahal belum tentu bagus dan cocok dengan kepribadian anak. Kemampuan nansial ini juga bisa berimbas pada kehidupan sosial anak di sekolah. Jangan sampai ia menjadi korban pengkotak-kotakan status ekonomi yang diciptakan teman-temannya.

Pun jika ingin memasukkan anak ke sekolah berbasis Islam, orangtua harus kritis, sejauh mana sekolah tersebut menerapkan nilai-nilai Islam. Apakah hanya sebatas tambahan kurikulum Al-Qur’an atau sampai menyentuh nilai-nilai kehidupan sehari-hari dan bermasyarakat sesuai tuntunan Qur’an dan Sunnah Rasul.

Psikolog Devi menekankan bahwa fenomena saat ini banyak yang kurang bijak. Orangtua berlomba-lomba menjadikan anak mereka penghafal Qur’an, tapi ternyata tajwid (kaidah membaca Qur’an) belum benar. Tentu akan lebih sulit membenarkan bacaan yang terlanjur dihafalkan.

Lebih jauh ia menjelaskan lebih berbahaya jika orangtua menjadikan hafalan Qur’an anak sebagai ajang gengsi. Yang terpenting adalah jumlah hafalan. Tapi bagaimana mendalami makna ayat demi ayat terlewat begitu saja. “Padahal jika digali maknanya, ayat Allah itu sungguh luas dan mengena dalam kehidupan sehari-hari,” ujar founder lembaga psikologi anak Rainbow Castle ini.

Peran Orangtua di Sekolah

Saat ditanya tentang sejauh mana seharusnya orangtua boleh terlibat dalam urusan sekolah, Psikolog Devi menjelaskan bahwa orangtua harus tetap mengawasi anak, bukan mengontrol. Orangtua harus tahu bagaimana keadaan anak di sekolah baik secara akademis maupun situasi pertemanannya. Semakin besar usia anak, maka peran orangtua dengan sendirinya akan semakin kecil.

Orangtua harus memantau bagaimana kondisi sik dan psikis anak agar dapat mengikuti kegiatan belajar mengajar dengan sebaik-baiknya. Namun bukan berarti orangtua dengan seenaknya dapat ‘mengatur’ kondisi di sekolah untuk kepentingan anaknya semata. Orangtua harus menghormati kewenangan sekolah dan mematuhi aturan yang ditetapkan. Jika memang ada yang mengganjal, tentu dapat dikomunikasikan dengan sekolah secara santun dan bijak.

Bila Anak Mulai Enggan Bersekolah

Ketika sudah memilih sekolah, orangtua harus terus memantau perkembangan anak. Jangan biarkan masalah menumpuk hingga anak jadi malas pergi ke sekolah. Di antara tanda-tanda munculnya masalah di sekolah adalah anak menjadi pemurung, suka menyendiri, nilai-nilai menurun, bahkan mulai mogok sekolah. Ini tergantung usia dan penyebabnya.

Jika orangtua selalu memperhatikan anak dengan baik, maka perubahan pada anak pasti terlihat jelas. Orangtua dapat memulai observasi lebih intens dan menghabiskan lebih banyak waktu bersama anak. Biarkan anak dengan nyaman bercerita tentang sekolahnya sebelum orangtua bertanya tentang perubahannya. Artinya, harus terbangun dulu kedekatan antara orangtua dan anak agar anak dapat terbuka membicarakan masalahnya.

Akan menjadi berat jika anak tidak terbiasa dekat dan didengarkan oleh orangtua sejak kecil. Tentu tidak mudah memintanya terbuka ketika remaja. Kedekatan dan keterbukaan dengan anak ibarat otot yang harus dilatih hari demi hari. Bukan tiba-tiba muncul saat dibutuhkan.

Psikolog Devi menekankan bahwa sekolah berbiaya mahal belum tentu membuat anak dapat nyaman belajar. Seringkali ia berkunjung ke sekolah yang biayanya amat terjangkau, tapi para siswanya sangat senang belajar. Fasilitas sik memang ada meskipun tidak terlalu mutakhir dan berlebih.

“Saya melihat bahwa anak bisa bahagia dengan kesederhanaan,” pungkas Devi.

Agar Anak Mudah Beradaptasi dan Kebal Bullying

Kunci utama membesarkan anak seperti yang selalu disebutkan dalam Qur’an dan dicontohkan Rasulullah saw. adalah berlemah-lembut dengan anak. Ketika orangtua bersikap lembut sejak anak masih kecil, ia akan merasa disayangi dan dicintai. Dengan demikian, ia menjadi individu yang merasa berharga. Jika anak merasa ia berharga, ia tidak mudah merasa down saat dihadang banyak ejekan dan tantangan dalam perjalanan hidupnya. Ini artinya, ia resilien (tahan banting), kokoh motivasinya, dan siap melawan balik jika di-bully.

Ikatan orangtua-anak harus dekat dan baik. Makin dekat orangtua dengan anak, makin ia terbuka pada pengaruh yang diberikan orangtua. Apapun yang orangtua katakan dan perbuat dianggap anak sebagai pengaruh baik, bukan ceramah semata.

Selalu dekatkan anak dengan Allah dan besarkan ia dengan cerita-cerita keberanian dan kebenaran para Nabi dan Rasul. Semua berawal dari orangtua yang soleh, maka anak akan mengikuti. Kuatkan aqidahnya sejak kecil. Pahamkan ia dari kecil bahwa tujuan ia hidup itu untuk apa sebagai umat Islam dan ke mana tujuan akhir ia akan kembali. Ketika orangtua bisa memahamkan hal ini dan menanamkan sejak anak kecil, maka berbagai masalah kehidupan yang datang akan dapat diatasi bersama.




Jadilah Sahabat Terbaik Anak

Sebelumnya

Mengajarkan Adab kepada Anak Seperti Pesan Buya Hamka

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Parenting