Annisa Pohan Yudhoyono
Annisa Pohan Yudhoyono
KOMENTAR

PEMILIK nama lengkap Annisa Larasati Pohan ini dikenal publik sebagai sosok cerdas, hangat, dan peduli sesama. Kiprahnya melalui Yayasan Tunggadewi bersama sang adik, Aliya Rajasa Yudhoyono, memperlihatkan bahwa keinginannya untuk berbagi tidak main- main. Untuk Farah, Annisa menjawab berbagai pertanyaan seputar kepedulian sosialnya terutama terhadap kesejahteraan perempuan dan anak-anak.

F: Bagaimana cara mengasah kepekaan dan kepedulian sosial Mbak Annisa, terutama bagi perempuan?

A: Prinsip yang saya anut, kita manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Kita juga bukan hidup untuk diri kita sendiri. Prinsip itu saya dapat dari orangtua saya, dan saya tularkan kepada anak saya. Terlebih lagi sebagai perempuan yang dilahirkan dengan ‘komposisi’ lebih besar ke emosi dibandingkan logika, tentu kepekaan perempuan terhadap lingkungan sekitarnya juga harus menjadi lebih mudah tumbuh dan diasah.

Mengasah kepedulian sosial bisa dilakukan dengan selalu bersyukur. Tidak selalu melihat ke atas, tapi juga melihat ke bawah, bahwa ada banyak orang yang tidak seberuntung kita. Kemudian, mencontoh dari orang terdekat, terutama orangtua. Sejak kecil, orangtua selalu mengajarkan saya untuk tidak hanya peduli diri sendiri tapi juga orang lain.

Hal ini juga yang saya ajarkan pada Aira; untuk berempati dan peduli orang lain. Selanjutnya, tentu saja harus ada aksi. Turun ke lapangan melihat kebutuhan teman- teman yang kekurangan sekaligus memperhatikan isu-isu sosial yang berkembang. Kemudian mencari solusi untuk membantu.

F: Ada berapa organisasi sosial yang diikuti Mbak Annisa saat ini dan apa fokusnya?

A: Ada dua. Pertama Yayasan Tunggadewi. Kami fokus pada pemberdayaan perempuan dan kesejahteraan anak. Mengapa dua hal itu, karena peran perempuan sangat penting dalam pembangunan bangsa.

Apalagi dalam Al-Qur’an juga dijelaskan perempuan adalah tiang negara. Jika ia baik dan hebat, maka akan menghasilkan generasi yang hebat pula. Begitu juga sebaliknya. Karena pendidikan anak- anak tercipta di rumah, melalui ibu. Sekalipun anak sudah mulai sekolah, waktu terbanyaknya tetap dihabiskan di rumah bersama ibu. Karena itu kami mengedukasi perempuan untuk memiliki kualitas yang baik, dari pengetahuan, nilai akademis, nilai agama, dan pendidikan karakter.

Pemberdayaan perempuan tersebut berhubungan langsung dengan kesejahteraan anak. Menjadi mata rantai yang tak terputus. Anak adalah generasi penerus bangsa yang akan membawa masa depan negeri ini. Mereka tidak hanya dikuatkan secara akademis, tapi juga akhlak, karakter, dan seni. Karena manusia memiliki otak kanan dan otak kiri yang harus sama-sama distimulasi agar keduanya seimbang dan saling mendukung. Dengan begitu, anak akan manjadi manusia yang utuh.

Kedua, Lingkar Internasional Perempuan. Ini fokusnya tentang bagaimana mengembangkan dan membawa kekayaan budaya Indonesia goes international. Agar keanekaragaman budaya tanah air tidak hanya dapat dinikmati oleh anak bangsa, tapi juga masyarakat dunia. Budaya ini dalam bentuk kerajinan, kuliner, pariwisata, musik, tari, hingga fesyen. Jika bukan kita, siapa lagi?

F: Bagaimana Mbak Annisa melihat kiprah Tunggadewi?

A: Tunggadewi telah berdiri sejak 2009. Saya melihatnya sebagai titik kecil dengan komitmen besar terhadap perempuan dan anak. Alangkah indahnya jika titik kecil ini bisa berdampingan dengan titik-titik lainnya, membentuk sebuah garis, lalu menghasilkan gambar yang indah.

Saya berharap kami tidak sendiri. Aksi-aksi yang kami lakukan, semoga dapat menginspirasi orang lain untuk melakukan hal yang sama atau bahkan lebih baik. Adalah tanggung jawab kita semua untuk memajukan bangsa ini, bukan semata dipikul pemerintah. Semakin banyak anak bangsa yang peduli, maka efeknya akan semakin luas. Tunggadewi akan terus berjuang dengan segala keterbatasan kami, terutama yang berkaitan dengan waktu karena tugas utama kami sebagai perempuan adalah mengurus keluarga.

F: Seperti apa dukungan Mas Agus kepada Mbak Annisa?

A: Izin dan pengertian suami untuk saya leluasa berkarya di luar rumah adalah bentuk dukungan terbesar. Suami saya adalah orang yang sangat bangga melihat perempuan dapat berkarya. Ia mendukung 100% selama kegiatan saya positif dan bermanfaat bagi orang banyak. Saya banyak bertanya pada beliau seputar kehidupan sosial dan yayasan. Susah senang, saya ceritakan ke suami. Mas Agus adalah tipe orang yang rasional dan logis. Beliau selalu memberikan masukan yang memiliki solusi, bukan hanya untuk membuat istrinya senang. Intinya, beliau memberi saya ruang seluas- luasnya untuk berkarya dan memiliki pemikiran sendiri. Suami mengerti bahwa saya adalah perempuan mandiri.  

Tidak hanya memberi masukan, Mas Agus juga hadir saat ada pembukaan suatu acara yang digagas Yayasan Tunggadewi. Beliau juga tidak segan untuk turun langsung ke lapangan misalnya saat memberi bantuan kepada para korban bencana alam. Menyumbang tenaga sekaligus materi.

F: Apa suka duka membangun Tunggadewi bersama Aliya?

A: Dengan Aliya, saya sudah berteman jauh sebelum dia mengenal dan menikah dengan Ibas. Kami bekerja sama karena ada kecocokan karakter, kesamaan visi dan misi, juga kepedulian yang sama. Sangat menyenangkan bekerja sama dengan adik sendiri. Kami membicarakan pekerjaan dengan terbuka, tanpa ada perasaan yang tidak enak karena kami sudah saling memahami.

Namun ternyata hal ini menimbulkan kendala di yayasan. Orang yang melihat Yayasan Tunggadewi dengan kami berdua di dalamnya berpendapat bahwa yayasan kami sudah makmur dan tidak perlu dibantu. Persepsi itu mempersulit kami dalam mencari donasi dan tambahan dana untuk proyek- proyek sosial Tunggadewi. Padahal ada operational cost tiap bulan yang tidak bisa dibilang kecil.

Misalnya untuk Rumah Pintar Cikeas, ada 800 siswa yang belajar gratis di sana dan tentu membutuhkan biaya besar.

Pada kenyataannya, yayasan kami membutuhkan bantuan, dan kami yakinkan dana amanah itu disalurkan untuk kebutuhan yang bermanfaat.

F: Bagaimana mengajarkan kepedulian sosial kepada Aira?

A: Saya lebih banyak berbuat dan mencontohkan. Aira masih kecil, masih dalam masa pembentukan karakter. Saya masih dalam tahap memperlihatkan hal-hal baik yang bisa dilakukan untuk orang lain. Sekaligus selalu mengajarkan Aira untuk selalu bersyukur dan peduli pada orang-orang yang tidak seberuntung dia. Sebisa mungkin saya mengajak Aira ke kegiatan sosial yang memang dia bisa ikuti dan pahami. Misalkan ke panti asuhan atau panti jompo, saya jelaskan bahwa latar belakang orang berbeda- beda. Jika ada nenek-nenek yang tidak punya keluarga, masuk di panti jompo. Jika ada anak tidak mampu yang tidak memiliki orangtua, masuk di panti asuhan.

Saya juga mengajarkan Aira bahwa membantu tidak harus dengan materi, tapi juga dengan tenaga. Aira sudah berniat mengajar Bahasa Inggris di Rumah Pintar Cikeas. Sudah membuat silabusnya, tapi terkendala kesibukan sekolah hingga keinginannya itu belum terwujud.




Memaknai Hakikat Perempuan Hebat dari Sosok Mooryati Soedibyo: Empu Jamu Indonesia hingga Menjadi Wakil Rakyat

Sebelumnya

Mooryati Soedibyo Tutup Usia

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Women