Dissa Syakina Ahdanisa/Net
Dissa Syakina Ahdanisa/Net
KOMENTAR

KEPEDULIAN sosial dapat diwujudukan dalam berbagai cara.

Salah satunya yang dilakukan Dissa (28), dengan membuka kafe Fingertalk yang mempekerjakan para teman-teman tuli. Dissa melihat bahwa kafe sebagai tempat hangout, ia berpikir bahwa kafe dengan pekerja yang tuli, dapat menjadi tempat berkumpul dan belajar antara teman-teman tuli dan teman- teman hearing.

Dissa pertama kali bertemu dengan teman-teman tuli di sebuah acara bakti sosial bersama sang mama saat ia kecil. Dia melihat bahwa dibutuhkan bahasa isyarat untuk berkomunikasi dengan mereka. Namun, kesempatan mempelajari bahasa isyarat baru datang belasan tahun kemudian.

Kala itu, Dissa menjadi relawan di Nikaragua mengajar Bahasa Inggris untuk anak- anak dan membantu warga miskin. Di sana lah inspirasi Fingertalk hadir. Dissa bertemu seorang pengusaha kafe yang semua pekerjanya adalah teman-teman tuli.

Fingertalk adalah sebuah bisnis sosial yang memberdayakan pemuda-pemudi tuli di kawasan Depok dan Tangerang.

Fingertalk bertujuan menghapus stigma negatif terhadap penyandang disabilitas, khususnya teman-teman tuli. Sejak berdiri pada tahun 2015, Fingertalk menciptakan lapangan pekerjaan bagi para tuli melalui usaha kafe, cuci mobil, dan tempat pelatihan kerajinan tangan.

Di Indonesia, Fingertalk Café sudah memiliki tiga cabang yaitu di Pamulang (2015), Cinere (2016), dan di Poso yang diberi nama Banua Momberata (2018). Menurut Dissa, ia ingin kafe ini dapat tersebar ke seluruh penjuru Indonesia. Dengan demikian, diharapkan akan terjalin harmoni antara teman-teman hearing dan tuli. Sekaligus, menjadi pembuktian bahwa para penyandang disabilitas mampu berkarya, bermanfaat bagi sesama, dan berdaya secara ekonomi.

Di Cinere, Fingertalk tak hanya hadir dalam bentuk kafe tapi juga pencucian mobil. Fingertalk juga memiliki workshop pelatihan menjahit. Dalam perkembangannya, Dissa siap menerima usulan usaha lain yang bisa dikembangkan bersama teman- teman tuli di berbagai daerah.

Fingertalk Café

Kafe yang didirikan Dissa ini berkonsep “warung kopi’. Didominasi menu tradisional nusantara seperti ayam goreng, ayam bakar, dan capcay, juga tersedia aneka roti. Makanan yang disajikan tergolong makanan sehat dan harganya terjangkau. Di kafe, Dissa membuka ruang bagi teman-teman tuli untuk berkreasi melalui makanan dan minuman.

Selain juru masak, Fingertalk juga memiliki barista tuli.

Selama Fingertalk Café beroperasi, Dissa melihat tidak ada kendala, terutama dalam komunikasi.Pengunjung yang datang sudah paham bahwa teman-teman tuli ini memiliki kemampuan. Tinggal bagaimana memberi kesempatan pada mereka. “Satu hal yang penting, pengunjung minimal dapat mengucapkan “terima kasih” dan “sama-sama” dalam bahasa isyarat,” ujar Dissa yang mengaku sangat didukung sang mama untuk mendirikan Fingertalk.

Ia juga berterima kasih kepada Ibu Pat Sulistyowati, guru yang mengajarkannya bahasa isyarat, yang juga memberikan tempat untuk Fingertalk pertama kali.Dissa berpesan, “Kita muda, Bisa! Kita tidak hanya bisa bermimpi, tetapi harus berusaha. Teman-teman disabilitas itu keren, dan kita bisa bekerja bersama-sama karena kita semua setara dan kita semua istimewa.”

Menurut Ali Wafa, Manajer Operasional Fingertalk, saat ini jumlah karyawan sekitar 30 orang dengan rekrutmen melalui komunitas. Salah satunya melalui Gerakan Kesejahtaraan Tunarungu Indonesia (GERKATIN).

Perayaan HUT ke-3 Fingertalk Pamulang yang didukung Bank Permata Bank diisi talkshow “Kita Muda, Bisa!” dengan tema “Kisah Sukses Tuli Muda Indonesia, yang menghadirkan narasumber tuli yang sarat prestasi.

Acara ini bersifat inklusi dan terbuka untuk umum. Tujuan diadakannya acara talkshow ini adalah untuk meningkatkan rasa kepeduliaan terhadap anak-anak muda, khususnya teman tuli, kemudian memberdayakan para milenial Indonesia dengan kemampuan literasi nansial yang inklusif dan menghilangkan stigma dengan bekerja bersama para penyandang disabilitas demi satu Indonesia.

Pembicara pada 3 rd Awesomeversary Fingertalk ini adalah Gustian Ha dh Mahendra (Honorary Youth Ambassador New Zealand for Indonesia, Alpha Zetizen of the Year Yogyakarta), Annisa Rahmania (US-Indonesia Deaf Youth Leadership Program Delegate Designer, Aktivis Disabilitas Perempuan), Tri Erwinsyah (Artist, Young Deaf Ilustrator), Andi Kasri Unru (Deaf Legal Advocacy Worldwide/D-Law, Scholarship Recipient), dan Guna Setiawan (First Deaf Barista in Poso, Sport Athlete).




Masnu’ah, Pahlawan Ketidakadilan Gender di Pesisir Demak

Sebelumnya

Bangkit dari Titik Terendah, Sri Mulyani Ingat Pesan Ibu untuk Berpegang Teguh pada 3 Hal Ini

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Women